*Terkait pembuangan limbah batubara oleh GGPC

[caption id="attachment_8173" align="alignleft" width="500"]76Pengambilan_Sampel_PPN_KLHK ilustrasi[/caption]

LAMPUNG TENGAH (PeNa)- Limbah hasil pembakaran batubara yang langsung dibuang ketanah dengan dalih untuk pengerasan jalan lingkungan perusahaan Great Giant Peneapple Co (GGPC) menjadi ancaman kesehatan serius bagi masyarakat.

Ketua Komisi III DPRD Lampung Tengah, Roni Ahwandi menjelaskan pembuangan limbah hasil pembakaran batubara yang tidak sempurna tersebut akan merusak lingkungan dan kesehatan manusia secara massif dalam jangka waktu panjang. Dari pemaparannya, Roni menyebutkan ada dugaan perusahaan pengalengan nanas terbesar se-Asia Tenggara tersebut telah melanggar peraturan dalam pengolahan dan pembuangan limbah batubara yang dikategorikan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

“Walaupun dari penjelasan awal perusahaan jika yang dibuang ke tanah untuk pengerasan jalan adalah hasil pembakaran batubara yang mengandung pasir silica. Tapi jika kita merujuk pada peraturan pemerintah, pembuangan langsung dan tidak langsung ke lingkungan itu merupakan satu pelanggaran. Kita akan jadwalkan pemanggilan BPLH dan bila perlu ahli juga untuk menjelaskannya,” kata dia.

Dipaparkannya, limbah pembakaran batubara menghasilkan dua karakteristik, pertama fly ash diperoleh dari produksi pembakaran batubara secara sederhana, dengan corong gas dan menyebar ke atmosfer. Hal ini yang menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan, karena fly ash hasil dari tempat pembakaran batubara dibuang sebagai timbunan. Fly ash dan bottom ash ini terdapat dalam jumlah yang cukup besar, sehingga memerlukan pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara, atau perairan, dan penurunan kualitas ekosistem.

Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan adalah memanfaatkan limbah fly ash untuk keperluan bahan bangunan teknik sipil, namun hasil pemanfaatan tersebut belum dapat dimasyarakatkan secara optimal, karena berdasarkan PP. No.85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), fly ash dan bottom ash dikategorikan sebagai limbah B3 karena terdapat kandungan oksida logam berat yang akan mengalami pelindihan secara alami dan mencemari lingkungan. Yang dimaksud dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menyebutkan bahwa pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang dapat tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali.

“Pasal 3 menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3, dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung kedalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu. Inikan sudah sangat jelas,” tegasnya.

Sedangkan Pasal 7 Ayat 2 menyebutkan bahwa daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222 dan D223 dapat dinyatakan sebagai limbah B3 setelah dilakukan uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan atau uji karakteristik. Bunk Gus