BANDARLAMPUNG (PeNa)-Kisruh Perda APBD Kota Bandar Lampung terus berlangsung, jika sebelumnya Walikota Herman HN menuding Pemerintah Provinsi gagal paham mengenai aturan, kini Gubernur Lampung, M.Ridho Ficardo sengit membalas mantan kompetitornya di Pilgub lalu itu agar lebih memahami mekanisme tentang pembatalan sebagian Peraturan Daerah (Perda) dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.

Ridho menegaskan dalam pasal 315 ayat 7  UU 23 2014 itu jelas memuat Dalam hal hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh bupati/wali kota dan DPRD, dan bupati/wali kota menetapkan rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/wali kota tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan peraturan bupati/wali kota, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat membatalkan seluruh atau sebagian isi Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota dimaksud.

"Kasih tahu, lihat lagi mekanisme nya di Undang-undang itu, bukannya tahun lalu ribuan Perda yang dibatalkan dan tempo pembatalan Perwali tentang BPHTP itu kan di akui olehnya kenapa sudah lupa,”katanya, Ju’mat (27/1) lalu.

Dia menjelaskan, Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat juga diamanatkan  undang-undang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan dan evaluasi dalam hal ini dalam mengevaluasi RPJMD, APBD, pertanggung jawaban pelaksanaan APBD, tata ruang, daerah, pajak daerah, dan retribusi.

“ Itu kan undang-undang yang mengatur, coba pahami lagi mekanismenya,”tandasnya.

Diberitakan sebelumnya,  menanggapi SK Gubernur Lampung mengenai pembatalan sebagian perda tersebut, Herman HN justru menuding Pemprov gagal paham dalam memahami aturan, menurutnya adanya pemangkasan itu sebagai bentuk penghancuran APBD Kota Bandar Lampung oleh Gubernur Lampung.

 “
Aturannya jelas, coba baca UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara serta UU 23 tahun 2014, meski APBD tidak disahkan kami akan gunakan Perwali,”tegas mantan kompetitor Gubernur Lampung pada Pilgub lalu.

Herman berpendapat, Pemprov tidak obyektif  dalam melakukan pemangkasan yang mencapai Rp 293 miliar, seharusnya evaluasi itu dilakukan jika anggaran belanja yang ditetapkan dalam APBD tidak mengacu kepada peraturan perundang-undangan.

" Kalau mau evaluasi itu jika anggaran belanja yang ditetapkan dalam APBD tidak sesuai aturan, itu yang benar. Pemangkasan sampai rp 293 miliar itu kan tidak benar, saya ini tahu semua peraturan perundangan, saya sudah tua di keuangan Provinsi Lampung,”tandasnya.

Sementara pendapat berbeda justru di kemukan Wakil Walikota, M.Yusuf Kohar menurutnya pembatalan pembatalan sebagian Perda oleh Pemprov itu sejatinya menjadi bahan evaluasi agar kondisi keuangan daerah semakin membaik.

Beban hutang yang terlalu tinggi, kata Ketua Apindo Lampung ini mengakibatkan APBD kota tidak sehat dan cenderung besar pasak daripada tiang.

Disisi lain, , adanya tarik ulur dan saling klaim paham aturan antara keduanya semakin menguatkan asumsi publik jika pembatalan sebagian Perda APBD Bandar Lampung oleh Pemprov dan penolakan Walikota akan hasil evaluasi itu tidak terlepas dari inkonsistensi salah satu pihak terkait komitmen yang pernah di bangun bersama.

“ Ini sudah tidak obyektif lagi, jika Gubernur dan walikota paham aturan seharusnya mereka duduk bersama, jangan pertontonkan kepada masyarakat, terlepas adanya regulasi yang mengatur, harusnya mereka sadar ada kepentingan masyarakat banyak yang tergantung di dalam APBD itu,”kata Direktur Eksekutif Masyarakat Transparansi Lampung (Matala) Charles Alizie saat di konfirmasi melalui sambungan telepon, Sabtu (28/1).

Dia berpendapat, hal itu tidak perlu terjadi jika antara Gubernur dan Walikota mampu berkomunikasi dengan baik tanpa adanya bisikan-bisikan dari pihak-pihak tertentu yang justru mengambil keuntungan dari polemik yang terjad antara keduanya.

“ Jika memang perseteruan ini karena adanya salah satu pihak yng inkonsistensi dalam sebuah komitmen, semestinya dikomunikasi dengan baik, jangan justru di jadikan balas dendam dengan dalih aturan atau program apapun, ini sudah tidak sehat, bukan hanya persoalan Perda APBD yang dibatalkan, namun sejumlah persoalan lainpun terjadi benturan antara Pemkot dan Pemprov,”ucapnya.

Ditegaskannya, kebiasaan buruk  Herman HN yang terbiasa tidak memberdayakan Wakil Kota saat di jabat Thobroni Harun lalu, juga dialami oleh M.Yusuf Kohar yang notabene politisi Demokrat dimana Gubernur Lampung sebagai Ketua DPD.

“ Masyarakat akhirnya dibuat bingung dengan kondisi seperti ini, lihat saja tidak harmonisnya Wakil Walikota dengan Herman HN, apa tidak semakin memperuncing keadaan semakin buruk, kita sama-sama tahu apa pendapat yusuf Kohar tentang APBD Bandar Lampung itu, terlepas siapa yang salah atau yang benar baik itu Gubernur, Walikota bahkan Wakil Walikota kami berharap polemik ini tidak terus terjadi. Jangan beri masyarakat tontonan yang tidak baik, setelah kisruh APBD ini apalagi yang akan diributkan,”ujarnya.

Dikatakannya, pemahaman tentang undang-undang antara Walikota dan Gubernur seharusnya tidak  menjadi tontonan publik karena masyarakat pun mampu menilai dengan adanya sejumlah aturan yang kenyataannya justru dilanggar oleh keduanya.

“ Nanti masyarakat tertawa jika Gubernur dan walikota ngotot mengerti Undang-undang, mungkin dari latar belakang keduanya kita tidak ragu jika mereka paham, tetapi jangan lupa ada sejumlah masalah yang terjadi justru berkaitan dengan pelanggaran undang-undang yang  pernah dilakukan baik oleh  Gubernur maupun walikota,”tegasnya.(BG)