BANDARLAMPUNG (PeNa)-Rasionalisasi anggaran tidak berlaku di Sekretariat DPRD Provinsi Lampung, sejumlah item kegiatan yang menelan biaya puluhan miliar  menjadi bukti jika fungsi pengawasan Anggota DPRD tersandera dengan kompromi politik yang dibangun dengan Pemerintah Daerah, alhasil jika pembangunan di Provinsi Lampung belum berjalan dengan baik  hal itu bukan hanya kesalahan eksekutif namun legislatif juga bertanggung jawab.

Akademisi Universitas Lampung (Unila), Dedy Hermawan berpendapat setiap tahunnya anggaran yang ada di DPRD Lampung selalu bertolak belakang dengan efesiensi anggaran, dan belum mengacu kepada skala prioritas.

“Tiap tahun selalu berulang, apa anggaran ini memang bagi-bagi jatah dengan di bungkus kegiatan rapat-rapat,dengan besaran-besaran anggaran itu rasionalisasinya apa,”kata Dedy, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (22/3).

Dengan alokasi anggaran yang fantastis itu,kata Dedy, akan semakin  menguatkan dugaan jika ada kesepakatan-kesepakatan tertentu yang dilakukan antara eksekutif dan legislatif untuk tujuan dan kepentingan politik pihak-pihak tertentu.

 “ Jika muncul penilaian bahwa pembangunan di Lampung ini belum sesuai dengan harapan artinya DPRD juga berkontribusi, jika fungsi pengawasan berjalan dengan baik tentunya pembangunan pun akan mengalami peningkatan,  jadi kesalahan bukan hanya di eksekuitf jika ada program pembangunan yang kurang maksimal. DPRD pun bertanggungjawab,”urainya.

Dia mengatakan, DPRD Lampung justru kalah kritis dengan Pemprov Lampung yang mampu melihat secara detil sejumlah pos anggaran pada APBD Kota Bandar Lampung sehingga rasionalisasi anggaran harus dilakukan berdasarkan evaluasi dari Pemprov yang berasumsi ada beberapa kegiatan yang alokasinya cenderung tidak rasional.

“ Seharusnya DPRD belajar ke Pemprov Lampung bagaiamana mereka dengan detil dan teliti memangkas  APBD Kota pada sejumlah kegiatan yang cenderung tidak rasional dan membebani keuangan daerah,sayangnya hal itu tidak terjadi di DPRD Provinsi Lampung,”ucapnya.
Dia menambahkan, dengan fenomena yang terjadi tersebut akan sangat wajar  jika muncul pendapat miring pada perilaku legislatif yang cenderung memilih berkompromi guna memuluskan anggaran namun mengeyampingkan fungsu pengawasan yang melekat.

“ Miris memang jika kita melihat perilaku Anggota DPRD yang cenderung kurang memihak pada semangat efesiensi anggaran yang justru diduga ikut bersama-sama eksekutif membangun kompromi yang tentunya dengan kompensasi anggaran fantastis dibungkus dengan kegiatan-kegiatan yang resmi,”tandasnya.

Diketahui, Sekretariat DPRD Lampung di tahun anggaran 2017 megalokasikan anggaran puluhan miliar untuk sejumlah kegiatan yang cenderung tidak dilandaskan dengan semangat efesiensi anggaran pasalnya hanya untuk

Rapat Kordinasi dan  Konsultasi Rp. 3.432.720.000
Pemeliharaan Rutin Berkala Randis  Rp. 2.460.246.800
Peliputan Kegiatan Pimpinan Rp. 3.200.000.000
Kunjungan Kerja Rp.4.003.188.000
Rapat-Rapat Koordinasi dan Konsultasi Alat Kelengkapan Rp. 27.278.793.600
Rapat KOmisi dan Kepanitiaan Rp 2.296.332.400
Dana Reses  Rp. 11.401.000.000