2016-02-11

BANDARLAMPUNG (PeNa)- Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandar Lampung secara resmi mengeluarkan perintah penyelidikan dugaan penyimpangan pembangunan flyover Ki Maja-Ratudibalau.

Dalam Surat Perintah Penyelidikan (Sprintlid) Kejari Bandar Lampung itu, diduga pengerjaan proyek tersebut terdapat sejumlah penyimpangan teknis pada beberapa item beton

Selain itu, Flyover yang dibangun oleh PT. Subanus melalui APBD tahun 2015 Kota Bandar Lampung sebesar Rp 35 Miliar tersebut dalam pengerjaannya teknis bangunan konstruksi beton, tidak melibatkan sub kontraktor dari PT Wika Beton.

Kejari Bandar Lampung, Widiantoro kepada Pelita Nusantara (PeNa), Selasa (3/5) mengakui jika pihaknya sedang melakukan penyelidikan terhadap pembangunan Fly Over Kimaja.

"Iya memang kami sedang menyelidiki pembangunan flyover Ki Maja-Ratudibalau. Dan sudah berjalan sekitar dua minggu yang lalu," ungkap Widiantoro.

Diakui Widi, penyelidikan sepenuhnya diserahkan pada bidang pidana khusus dan dia belum dapat menjelaskan secara detail temuan awal tim yang saat ini sedang dalam tahap telaah hukum.

"Telaah nya oleh tim pidsus. Sedang berjalan dan saya tidak dapat jelaskan seperti apa temuan awal yang sedang dalam penelitian tersebut. Yang jelas kita masih sangat berhati-hati," kata dia.

Sumber PeNa yang ditemui di Kejaksaan menjelaskan, temuan tersebut merupakan hasil pembanding dengam tiga flyover sebelumnya yang dalam pengerjaan nya tidak terbentur waktu dan tidak melalui proses adendum kontrak. "Ya kita bandingkan saja dengan flyover yang lain. Kan tampak kasad mata juga hasil pengerjaan nya dari sisi kualitas memang sudah berbeda," kata sumber tadi.

Diketahui, flyover ke empat yang dibangun pemkot ini sempat melewati batas waktu yang telah ditentukan. Mulai dikontrakkan pada tanggal 15 Maret 2015, PT Subanus telah satu kali mengajukan perpanjangan kontrak.

"Sisi lain nya adalah pembangunannya diduga tidak melibat perusahaan yang memiliki sertifikat rangka betonisasi. Lain itu juga ada selisih tak proporsional secara teknis melenceng 10 centimeter dari yang telah direncanakan dalam rancang bangun. Itu secara teknis dan nanti kan akan terkuak dalam pemeriksaan," katanya lagi.

Namun sber tadi tidak menjelaskan dampak dari tidak adanya perusahaan bersertifikasi beton yang tidak dilibatkan dalam pembangunan. Termasuk dampak fatal dari melencengnya kalkulasi teknis tersebut.

"Ini kan baru info awal dan masih harus didalami. Kita sendiri juga kan masih menduga-duga. Kalau dampak dan kerugiannya kita belum bisa terangkan diawal. Ini masih prematur," kata dia.(PeNa/GUS/BG)