2016-02-11

BANDARLAMPUNG (PeNa)- Surat Perintah Penyelidikan (Sprintlid) Kejaksaan Negeri Bandar Lampung  terkait dugaan penyimpangan teknis pada beberapa item beton pada pengerjaan Flyover Kimaja-Ratu Dibalau memicu spekulasi warga, dikhawatirkan jika pengerjan tersebut tidak sesuai, otomatis jalan layang itu rawan ambruk.

“ Waduh mas kalau memang Flyover itu sedang diperiksa oleh Kejari artinya ada dugaan pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai kemungkinannya bisa saja Flyover itu tidak kuat dan rentan ambruk,”ujar M. Juanda warga Tanjung Senang yang mengaku setiap hari melewati Flyover Kimaja-Ratu Dibalau,Senin 9 Mei 2016.

Dikatakannya, lebih baik Ia memilih jalur alternative lain jika memang ada dugaaan pengerjaan Flyover itu tidak sesuai secara teknis dengan beberapa item beton.

“ Kalau memang seperti itu lebih baik cari jalan lain mas, takut juga jika kita lagi melewati Flyover itu dan tiba-tiba mendadak roboh,”katanya.

Senada dengannya, Nilawati, yang setiap hari melewati Flyover itu mengaku enggan melintasi jalur tersebut jika nantinya hasil penyelidikan Kejari Bandar Lampung terbukti terdapat dugaan penyimpangan.

“ Ngeri juga mas kalau seperti itu, apalagi saya memang setiap harinya mengantar kedua anak saya melewati Flyover Kimaja.Lebih baik lewat jalan lain saja,”singkatnya.

Diberitakan sebelumnya,  Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandar Lampung terus melakukan pendalaman terhadap laporan dugaan adanya penyimpangan pada pengerjaan flyover Ki Maja-Ratu Dibalau.

Pendalaman dan telaah hukum dilakukan untuk mencari adanya perbuatan melawan hukum sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara. “Iya kita masih dalami dan telaah dulu kegiatanya, semua informasi yang masuk akan kami jadikan pertimbangan,” kata Kajari Bandarlampung, Widiantoro.

Dalam Surat Perintah Penyelidikan (Sprintlid) Kejari Bandarlampung itu, diduga pengerjaan proyek tersebut terdapat sejumlah penyimpangan teknis pada beberapa item beton

Selain itu, Flyover yang dibangun oleh PT. Subanus melalui APBD tahun 2015 Kota Bandar Lampung sebesar Rp 35 Miliar tersebut dalam pengerjaannya teknis bangunan konstruksi beton, tidak melibatkan sub kontraktor dari PT Wika Beton.

Diakui Widi, penyelidikan sepenuhnya diserahkan pada bidang pidana khusus dan dia belum dapat menjelaskan secara detail temuan awal tim yang saat ini sedang dalam tahap telaah hukum.

Sumber PeNa yang ditemui di Kejaksaan menjelaskan, temuan tersebut merupakan hasil pembanding dengam tiga flyover sebelumnya yang dalam pengerjaan nya tidak terbentur waktu dan tidak melalui proses adendum kontrak. “Ya kita bandingkan saja dengan flyover yang lain. Kan tampak kasad mata juga hasil pengerjaan nya dari sisi kualitas memang sudah berbeda,” kata sumber tadi.

Diketahui, flyover ke empat yang dibangun Pemkot ini sempat melewati batas waktu yang telah ditentukan. Mulai dikontrakkan pada tanggal 15 Maret 2015, PT Subanus telah satu kali mengajukan perpanjangan kontrak.

“Sisi lain nya adalah pembangunannya diduga tidak melibat perusahaan yang memiliki sertifikat rangka betonisasi. Lain itu juga ada selisih tak proporsional secara teknis melenceng 10 centimeter dari yang telah direncanakan dalam rancang bangun. Itu secara teknis dan nanti kan akan terkuak dalam pemeriksaan,” katanya lagi.

Namun sumber tadi tidak menjelaskan dampak dari tidak adanya perusahaan bersertifikasi beton yang tidak dilibatkan dalam pembangunan. Termasuk dampak fatal dari melencengnya kalkulasi teknis tersebut.

“Ini kan baru info awal dan masih harus didalami. Kita sendiri juga kan masih menduga-duga. Kalau dampak dan kerugiannya kita belum bisa terangkan diawal. Ini masih prematur,” kata dia.(PeNa/GUS/BG)