BANDARLAMPUNG-Perpanjangan izin reklamasi Teluk Lampung oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung dituding massa pendemo sebagai bentuk penghianatan Walikota, Herman HN atas amanat yang dimandatkan masyarakat pada mantan Kadispenda Lampung itu.

Aksi massa yang berorasi di Bunderan  Tugu Gajah, Minggu 5 September 2016 selain diwarnai pemakaian topeng yang bertuliskan penolakan reklamasi juga dilakukan pemberian kuas oleh perwakilan Pendemo kepada Kapolda Lampung, Brigjend Ike Edwin.

Massa pendemo yang tergabung dalam Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), LMND, Lampung Outsider, Ex-Friend Lampung, FSBKU-KSN, KPOP
Melalui Kordinator Lapangan, Jimy Mohammad Sarbini mengatakan pemberian izin reklamasi itu diduga menyalahi aturan dalam pada rekomendasi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).

Oleh karena itu, para aksi yang tergabung dalam gerakan Lampung Tolak Reklamasi menyatakan beberapa sikap. Pertama, Tolak reklamasi teluk Lampung. Kedua, tangkap dan adili pelaku serta pemberi izin reklamasi ilegal di Teluk Lampung.


Ketiga, cabut SK No 790/I.0I/HK/2015 tentang izin reklamasi. Keempat, cabut SK No. 799/III.24/HK/2015 tentang perpanjangan izin reklamasi. Kelima, lawan pasar bebas (Masyarakat Ekonomi Asean dan wacana trans pasific partnership agreement).

Sementara itu, Ketua LMND Lampung, Reynaldo Sitanggang,  sangat mendukung solidaritas dari Outsider lampung yang menolak adanya reklamasi di Indonesia dan tidak hanya di Lampung saja.


Menurutnya, reklamasi di seluruh Indonesia merupakan salah satu agenda dari beberapa orang yang mengedepankan kaum pemilik modal di Lampung saja, seperti proyek reklamasi di Lampung, PT.SKL, Bukit Alam Surya, PT.Teluk wisata Lampung.
"Artinya proyek reklamasi ini memarjinalkan masyarakat nelayan, dimana kebijakan pemda Bandarlampung telah mengkhianati kepercayaan rakyat," ucapnya.


Proyek pembangunan reklamasi teluk Lampung yang berada di Jalan Yos Sudarso, kelurahan Sukaraja, Bumi Waras, Bandarlampung telah memarjinalkan masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan yang kemudian ditindas dengan dipekerjakan sebagai buruh dan mendapat upah dibawah rata-rata.
"Pemerintah seharusnya memikirkan fenomena dampak sosial dari setiap pembangunan yang dilakukan,"ungkapnya.


Dirinya berharap supaya aparat hukum dapat menindak tegas pelanggaran hukum itu dengan  mencabut izin pembangunan reklamasi teluk Lampung dan mengalihfungsikan dengan melakukan revitalisasi untuk masyarakat. "Kalau dibiarkan saja, maka masyarakat sekitar akan sangat rawan banjir,"ucapnya.


Sementara itu, Kordinator serikat buruh karya utama (FSBKU), Yohanes Joko Purwanto menuding reklamasi pantai teluk Lampung bersifat ilegal dan aparat hukum harus mengusutnya berdasarkan aturan yang berlaku.
"Aparat Hukum, seperti Polda, Kejagung harus mengusut tuntas permasalahan pemberian izin itu,"ungkapnya.


Pasalnya, dalam pembangunan reklamasi Teluk Lampung itu, Pemerintah Bandarlampung tidak sampai memikirkan dampak yang akan diterima oleh masyarakat sekitar.


Seperti, adanya pengusiran masyarakat pesisir dan Perkampungan nelayan menjadi  rawan banjir serta akses untuk nelayan melaut menjadi sulit karena harus muter diteluk Lampung supaya bisa sampai ke wilayah tangkap sekitar pantai dengan memakai alat tradisional.
"Dampak ini yang tidak diperhitungkan pengembang dan pemerintah Bandarlampung, disini kami secara jelak menolak pembangunan reklamasi itu. Karena ini persoalan rakyat,"ungkapnya.


Reklamasi di Teluk Lampung ini sudah tergolong kedalam mafia kasus. Pasalnya, Lampung masih memiliki tanah yang luas, tetapi kenapa pengembang harus mengeruk laut. "Solusi tidak ada, kepentingan apa juga ga jelas. Masyarakat juga belum tentu tahu apakah pengembang memiliki amdal atau tidak," ucapnya.


Selain itu, dirinya juga sangat menyesalkan sikap pemerintah Bandarlampung yang tidak menyiapkan anggaran untuk masyarakat yang terkena dampak dari pembangunan reklamasi itu.
"Sampai sekarang, dana itu tidak pernah mengucur untuk rakyat, tidak pernah ada, terus untuk siapa lagi kalau bukan untuk pengambilan kebijakan,"tegasnya.


Ia berharap, pemprov dapat bersikap tegas dengan memanggil pemkot Bandarlampung untuk menanyakan terkait pemberian izin reklamasi teluk Lampung itu dan aparat hukum juga jangan memanfaatkan momentum ini untuk ATM berjalan saja.
"Ini ilegal, tetapi aparat hukum belum melakukan apa-apa. Kabarnya ada yang telah ditetapkan tersangka. Kalau sudah dikasih tahu dong, siapa beri yang memberi izin, Wali Kota apa kadis kah, yang penting jelas. Kalau kemaren dia beralasan melanjutkan dari Edi Sutrisno, tunjukan buktinya,"tegasnya.


Ia mengatakan, aksi penolakan reklamasi ini merupakan langkah awal, kedepan, pihaknya bersama akan mempersiapkan masa aksi sekitar seribu orang lebih saat peringatan hari Agraria pada 24 September mendatang.
"PPRL akan mendorong aksi masa lebih besar bersama puncak momentum hari Agraria,"pungkasnya.


Dilain sisi, Kapolda Lampung, Brigjen Ike Edwin mempersilahkan para masa aksi menyampaikan aspirasinya di Tugu Bunderan Gajah."Ya gak apa-apa, namanya juga demokrasi,"ungkapnya. (RA)