BANDARLAMPUNG(PeNa)-Kejaksaan
Tinggi (Kejati) Lampung segera melakukan telaah hukum mengenai laporan
Masyarakat Transparansi Lampung (Matala) terkait dugaan korupsi yang dilakukan
mantan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Pemerintah Provinsi Lampung,
Arinal Djunaidi sebesar Rp 4 miliar.
“ Untuk Laporan Matala
itu tentunya akan kita lakukan telaah
hukum terlebih dahulu dan tidak serta merta dilakukan penyelidikan,”jelas
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Lampung, Syafrudin, Selasa 29 November 2016.
Telaah dimaksud,imbuhnya
bertujuan untuk membuktikan apakah dugaan yang dilaporkan memiliki bukti yang
kuat dan layak untuk di lakukan proses hukum berikutnya.
“Sesuai mekanisme yang
ada, tentunya harus kita kaji terlebih dahulu apakah lporan itu mengandung kebenaran
atau hanya isapana jempol belaka,”singkatnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah
aksi massa yang menamakan diri
Lingkar Study Advokasi Kebijakan (eL-SAK) berorasi di pintu gerbang kejaksaan.
Dalam orasinya, massa menuntut pihak Kejati Lampung untuk segera mengusut
tuntas dugaan korupsi sebesar Rp4 miliar yang di lakukan Mantan Sekertaris
Daerah Provinsi Lampung Arinal Djunaidi, Senin 28 November lalu.
Arinal Djunaidi
dituding telah melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp4 miliar pada APBD
2015. Diketahui, Arinal Djunaidi (AD) merupakan Pembina dalam tim penyusunan
Raperda dan Rapergub. AD juga merupakan wakil ketua tim evaluasi raperda
tentang APBD Kabupaten/Kota.
Pada tahun 2015,
gubernur menetapkan pedoman penyelenggara pemda dalam melaksanakan anggaran
yang dituangkan dalam Pergub No 72 tahun 2014 tanggal 29 Desember 2014. Dalam
pergub tersebut, telah diatur besaran honorarium tim. Tapi kemudian pada
tanggal 14 April 2015, pergub tersebut dirubah dengan Pergub No 24 tahun 2015
yang isinya lebih pada memfasilitasi besaran honor tim raperda, rapergub dan
tim evaluasi raperda APBD kab/kota.
“Nah, pada saat tim
menggunakan pergub baru, yang terjadi adalah, peningkatan jumlah honor yang
harus dibayar pemerintah melonjak luar biasa hingga terjadi perbedaan mencapai
Rp2,3 miliar jika dibandingkan dengan honor dalam pergub no 72 tahun 2014. Ini
jadi menarik karena seolah-olah, perampokan uang negara itu dilegalkan oleh
payung hukum,” kata Kordinator lapangan, MA Haris didampingi Kepala Biro Bidang Investigasi dan Pusat Data Matala, Sony Ashadel Kumontoy.
Khususnya dijelaskan
Haris, adalah tugas pokok dan fungsi dari biro hukum pemprov yang dinilai pasif
dan lebih pada perlakuan pembiaran terhadap ketimpangan tersebut. Karena apa
yang menjadi tugas fungsi dan pokok dari biro hukum seperti yang diatur dalam
pasal 55 Pergub No 32 tahun 2010 adalah, pertama; menyiapkan bahan kordinasi perumusan
dan pembentukan produk hukum daerah provinsi, kedua; menyiapkan bahan kordinasi
evaluasi produk hukum daerah provinsi, ketiga; menyiapkan bahan pertimbangan
dan bantuan hukum kepada unsur pemda. Keempat; menyiapkan bahan kordinasi
penyelesaian sengketa hukum pemda dan bahan koordinasi pembinaan PPNS.
“Ada 12 tupoksi biro
hukum dan sebagian besar tugasnya masuk dalam tugas tim-tim tadi. Kan aneh,
duit negara untuk dihamburkan hanya untuk mmperpanjang tali kelambu saja.
Dugaan kami juga mengarah pada ketidak beresan dalam kinerja biro hukum,” ujar.
Keputusan Gubernur No
G/59/B.III/HK/2015 tentang penetapan besaran honor dan Keputusan Gubernur No
G/292/BX/HK/2015 tentang pembentukan tim, menurut Matala, keduanya bertentangan
dengan pasal 1 lampiran IV dan pasal 5 Pergub No 72 tahun 2014.
Haris meminta kejaksaan
mempercepat proses hukum AD untuk meminimalisir gesekan politik. “Tidak ada
tendensi politik, kalau proses hukum cepat ditegakkan, saya rasa itu dapat
meminimalisir gersekan politik tersebut. Kalau tidak ya kami akan datang dengan
massa yang lebih besar,” tegasnya.
Sekdaprov Merangkap TA
Kemudian nama AD ditahun
2015 juga muncul sebagai tenaga ahli, padahal saat itu dirinya masih menjabr
sebagai sekretaris provinsi.
Menurut Akademisi Unila,
Yusdianto, nama AD sebagai Pembina ASN tertinggi di Lampung tidak dapat diikut
sertakan dalam tenaga ahli. Tekait sikap kejaksaan terhadap laporan Matala,
menurut dia, akan sangat mempengaruhi suhu politik di Lampung yang akan
berimbas pada stabilitas keamanan. Mengingat nama, Arinal Djunaidi yang sempat
santer mendapat rekomendasi sebagai calon ketua DPD I Partai Golkar.
Terpisah, Kasi
Penerangan Hukum Kejati Lampung, Yadi Rahmad mengaku akan segera menidak
lanjuti laporan tersebut dengan membuat telaah hukumnya. itu diungkapkan Yadi
setelah berkonsultasi dengan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) usai menerima perwakilan
pengunjuk rasa.(BG/WEN)
Pages