BANDARLAMPUNG
(PeNa)-Masyarakat Transparansi Lampung (Matala) dan Lingkar Study Advokasi
Kebijakan (eL-SAK) mengancam akan kembali menggelar aksi unjuk rasa dengan
massa yang lebih besar jika Kejaksaan Tinggi Lampung lamban dalam
menindaklanjuti dugaan korupsi mantan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Lampung, Arinal Djunaidi.
“ Kami minta Kejati cepat
untuk menindaklanjuti persoalan ini sebab laporan itu telah kami layangkan
sejak 15 November lalu,”tegas Direktur Eksekutif Matala, Charles Alizie ketika
dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Minggu 4 Desember 2016.
Dikatakannya, telaah
hukum atas persoalan dugaan korupsi mantan Sekdaprov oleh Kejati Lampung
sejatinya tidak berlarut-larut dan cenderung lamban dalam mensikapinya.
“ Kami melihat sampai
dengan saat ini belum ada proggres yang signifikan atas laporan Matala itu,
harus menunggu sampai kapan Kejati melakukan telaah hukum,”ucapnya.
Senada, Ketua el-SAK, MA.Haris
mengancam akan kembali mengerahkan massa untuk mendesak
Kejati mempercepat
laporan dugaan korupsi tersebut, menurutnya parat hukum terkesan lamban dalam
menindaklanjuti laporan Matala tersebut.
“ Kami akan kerahkan
massa yang lebih besar untuk turun ke jalan jika laporan itu tidak ada
perkembangan, jangan sampai telaah hukum itu menjadi alasan Kejati sehingga
persoalan itu menjadi berlarut-larut,”tegasnya.
Dia mengungkapkan, usai
demo beberapa waktu lalu, ada sejumlah
intimidasi dari pihak-pihak tertentu yang tidak ingin kasus itu terungkap
bahkan, Kepala Biro Investigasi dan Pusat data Matala, Sonny Ashadel Kumontoy
didatangi oknum yang diduga orang suruhan dari mantan Sekdaprov.
“Kami tahu ada pihak yang
mau mengintervensi persoalan ini, bahkan ada oknum suruhan dari mantan
Sekdaprov yang mencari Sonny dengan tujuan untuk tidak melanjutkan persoalan
itu, ini yang kami takutkan jika Kejati juga telah mendapat tekanan dari
pihak-pihak tertentu agar persoalan ini tidak berlanjut,”urainya.
Diberitakan sebelumnya, Aksi unjuk rasa ratusan
massa yang menuntut Kejaksaan Tinggi (Kejati) untuk mengusut tuntas kasus
dugaan korupsi Mantan Sekertaris Daerah Provinsi Lampung sebesar Rp4 miliar
Senin (28/11), nyaris ricuh.
Massa sempat hendak merobohkan pintu gerbang Kejati Lampung yang dijaga dua orang satuan pengamanan, ketika pihak kejaksaan tidak mengizinkan pengunjuk rasa masuk kehalaman Korps Adhyaksa tersebut.
Ratusan massa yang menamakan diri Lingkar Study Advokasi Kebijakan (eL-SAK) berorasi di pintu gerbang kejaksaan. Dalam orasinya, massa menuntut pihak Kejati Lampung untuk segera mengusut tuntas dugaan korupsi sebesar Rp4 miliar yang di lakukan Mantan Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Arinal Djunaidi.
Suasan memanas ketika ketika sejumlah massa dihalang-halangi oleh pihak kejaksaan untuk masuk ke halaman. Sempat terjadi cek cok mulut di depan pintu gerbang halaman Kejaksaan Tinggi Lampung. Puncaknya, sekitar puluhan massa yang mayoritas mahasiswa tersebut, merengsek gerbang kejaksaan.
Massa sempat hendak merobohkan pintu gerbang Kejati Lampung yang dijaga dua orang satuan pengamanan, ketika pihak kejaksaan tidak mengizinkan pengunjuk rasa masuk kehalaman Korps Adhyaksa tersebut.
Ratusan massa yang menamakan diri Lingkar Study Advokasi Kebijakan (eL-SAK) berorasi di pintu gerbang kejaksaan. Dalam orasinya, massa menuntut pihak Kejati Lampung untuk segera mengusut tuntas dugaan korupsi sebesar Rp4 miliar yang di lakukan Mantan Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Arinal Djunaidi.
Suasan memanas ketika ketika sejumlah massa dihalang-halangi oleh pihak kejaksaan untuk masuk ke halaman. Sempat terjadi cek cok mulut di depan pintu gerbang halaman Kejaksaan Tinggi Lampung. Puncaknya, sekitar puluhan massa yang mayoritas mahasiswa tersebut, merengsek gerbang kejaksaan.
Arinal Djunaidi dituding telah melakukan tindak pidana korupsi sebesar
Rp4 miliar pada APBD 2015. Diketahui, Arinal Djunaidi (AD) merupakan Pembina
dalam tim penyusunan Raperda dan Rapergub. AD juga merupakan wakil ketua tim
evaluasi raperda tentang APBD Kabupaten/Kota.
Pada tahun 2015, gubernur menetapkan pedoman penyelenggara pemda dalam melaksanakan anggaran yang dituangkan dalam Pergub No 72 tahun 2014 tanggal 29 Desember 2014. Dalam pergub tersebut, telah diatur besaran honorarium tim. Tapi kemudian pada tanggal 14 April 2015, pergub tersebut dirubah dengan Pergub No 24 tahun 2015 yang isinya lebih pada memfasilitasi besaran honor tim raperda, rapergub dan tim evaluasi raperda APBD kab/kota.
“Nah, pada saat tim menggunakan pergub baru, yang terjadi adalah, peningkatan jumlah honor yang harus dibayar pemerintah melonjak luar biasa hingga terjadi perbedaan mencapai Rp2,3 miliar jika dibandingkan dengan honor dalam pergub no 72 tahun 2014. Ini jadi menarik karena seolah-olah, perampokan uang negara itu dilegalkan oleh payung hukum,” kata Kordinator lapangan, MA Haris didampingi Karo Bidang Investigasi dan Pusat Data Masyarakat Transparansi Lampung (Matala), Sony Ashdel Kumontoy.
Khususnya dijelaskan Haris, adalah tugas pokok dan fungsi dari biro hukum pemprov yang dinilai pasif dan lebih pada perlakuan pembiaran terhadap ketimpangan tersebut. Karena apa yang menjadi tugas fungsi dan pokok dari biro hukum seperti yang diatur dalam pasal 55 Pergub No 32 tahun 2010 adalah, pertama; menyiapkan bahan kordinasi perumusan dan pembentukan produk hukum daerah provinsi, kedua; menyiapkan bahan kordinasi evaluasi produk hukum daerah provinsi, ketiga; menyiapkan bahan pertimbangan dan bantuan hukum kepada unsur pemda. Keempat; menyiapkan bahan kordinasi penyelesaian sengketa hukum pemda dan bahan koordinasi pembinaan PPNS.
Pada tahun 2015, gubernur menetapkan pedoman penyelenggara pemda dalam melaksanakan anggaran yang dituangkan dalam Pergub No 72 tahun 2014 tanggal 29 Desember 2014. Dalam pergub tersebut, telah diatur besaran honorarium tim. Tapi kemudian pada tanggal 14 April 2015, pergub tersebut dirubah dengan Pergub No 24 tahun 2015 yang isinya lebih pada memfasilitasi besaran honor tim raperda, rapergub dan tim evaluasi raperda APBD kab/kota.
“Nah, pada saat tim menggunakan pergub baru, yang terjadi adalah, peningkatan jumlah honor yang harus dibayar pemerintah melonjak luar biasa hingga terjadi perbedaan mencapai Rp2,3 miliar jika dibandingkan dengan honor dalam pergub no 72 tahun 2014. Ini jadi menarik karena seolah-olah, perampokan uang negara itu dilegalkan oleh payung hukum,” kata Kordinator lapangan, MA Haris didampingi Karo Bidang Investigasi dan Pusat Data Masyarakat Transparansi Lampung (Matala), Sony Ashdel Kumontoy.
Khususnya dijelaskan Haris, adalah tugas pokok dan fungsi dari biro hukum pemprov yang dinilai pasif dan lebih pada perlakuan pembiaran terhadap ketimpangan tersebut. Karena apa yang menjadi tugas fungsi dan pokok dari biro hukum seperti yang diatur dalam pasal 55 Pergub No 32 tahun 2010 adalah, pertama; menyiapkan bahan kordinasi perumusan dan pembentukan produk hukum daerah provinsi, kedua; menyiapkan bahan kordinasi evaluasi produk hukum daerah provinsi, ketiga; menyiapkan bahan pertimbangan dan bantuan hukum kepada unsur pemda. Keempat; menyiapkan bahan kordinasi penyelesaian sengketa hukum pemda dan bahan koordinasi pembinaan PPNS.
“Ada 12 tupoksi biro hukum dan sebagian besar tugasnya masuk dalam tugas
tim-tim tadi. Kan aneh, duit negara untuk dihamburkan hanya untuk mmperpanjang
tali kelambu saja. Dugaan kami juga mengarah pada ketidak beresan dalam kinerja
biro hukum,” ujar.
Keputusan Gubernur No G/59/B.III/HK/2015 tentang penetapan besaran honor dan Keputusan Gubernur No G/292/BX/HK/2015 tentang pembentukan tim, menurut Matala, keduanya bertentangan dengan pasal 1 lampiran IV dan pasal 5 Pergub No 72 tahun 2014.
Haris meminta kejaksaan mempercepat proses hukum AD untuk meminimalisir gesekan politik. “Tidak ada tendensi politik, kalau proses hukum cepat ditegakkan, saya rasa itu dapat meminimalisir gersekan politik tersebut. Kalau tidak ya kami akan datang dengan massa yang lebih besar,” tegasnya.
Sekprov merangkap TA
Kemudian nama AD ditahun 2015 juga muncul sebagai tenaga ahli, padahal saat itu dirinya masih menjabar sebagai sekretaris provinsi.
Menurut Akademisi Unila, Yusdianto, nama AD sebagai Pembina ASN tertinggi di Lampung tidak dapat diikut sertakan dalam tenaga ahli. Tekait sikap kejaksaan terhadap laporan Matala, menurut dia, akan sangat mempengaruhi suhu politik di Lampung yang akan berimbas pada stabilitas keamanan. Mengingat nama, Arinal Djunaidi yang sempat santer mendapat rekomendasi sebagai calon ketua DPD I Partai Golkar.
Terpisah, Kasi Penerangan Hukum Kejati Lampung, Yadi Rahmad mengaku akan segera menidak lanjuti laporan tersebut dengan membuat telaah hukumnya. itu diungkapkan Yadi setelah berkonsultasi dengan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) usai menerima perwakilan pengunjuk rasa. (BG)
Keputusan Gubernur No G/59/B.III/HK/2015 tentang penetapan besaran honor dan Keputusan Gubernur No G/292/BX/HK/2015 tentang pembentukan tim, menurut Matala, keduanya bertentangan dengan pasal 1 lampiran IV dan pasal 5 Pergub No 72 tahun 2014.
Haris meminta kejaksaan mempercepat proses hukum AD untuk meminimalisir gesekan politik. “Tidak ada tendensi politik, kalau proses hukum cepat ditegakkan, saya rasa itu dapat meminimalisir gersekan politik tersebut. Kalau tidak ya kami akan datang dengan massa yang lebih besar,” tegasnya.
Sekprov merangkap TA
Kemudian nama AD ditahun 2015 juga muncul sebagai tenaga ahli, padahal saat itu dirinya masih menjabar sebagai sekretaris provinsi.
Menurut Akademisi Unila, Yusdianto, nama AD sebagai Pembina ASN tertinggi di Lampung tidak dapat diikut sertakan dalam tenaga ahli. Tekait sikap kejaksaan terhadap laporan Matala, menurut dia, akan sangat mempengaruhi suhu politik di Lampung yang akan berimbas pada stabilitas keamanan. Mengingat nama, Arinal Djunaidi yang sempat santer mendapat rekomendasi sebagai calon ketua DPD I Partai Golkar.
Terpisah, Kasi Penerangan Hukum Kejati Lampung, Yadi Rahmad mengaku akan segera menidak lanjuti laporan tersebut dengan membuat telaah hukumnya. itu diungkapkan Yadi setelah berkonsultasi dengan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) usai menerima perwakilan pengunjuk rasa. (BG)
Pages