BANDARLAMPUNG (PeNa)-Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung mengaku siap
melakukan telaah hukum mengenai adanya dugaan penyimpangan pada pengerjaan proyek rehabilitasi Tahap I Gedung J FKIP Unila Tahun Anggaran 2016 yang
disinyalir pengerjaannya tidak sesuai dengan alokasi dana yang
dianggarkan.
Selain itu meski pekerjaan belum terselesaikan
sesuai dengan waktu kalender yang disepakati dalam kontrak, PT Karya
Kamefada Wijaya Indonesia selaku rekanan telah mencairkan dana tersebut
seratus persen dengan jaminan perusahaan asuransi PT.Asuransi Purna Artanugraha
(ASPAN).
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum (Kejati Lampung), Irfan
Natakusuma ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Jum’at (3/2)
mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti jika ada laporan yang masuk terkait
dugaan penyimpangan pada pengerjaan gedung FKIP itu.
“ Tentunya akan kita tindaklanjuti jika ada yang melaporkan persoalan
gedung FKIP itu,”tegasnya.
Kendati demikian,Irfan meminta agar pihak yang akan melaporkan persoalan tersebut
agar melampirkan kelengkapan data yakni terkait indikasi penyimpangan yang
terjadi.
“ Jadi bukan hanya laporan selembar surat saja tanpa adanya data lengkap
yang memuat dugaan penyimpangan pada pekerjaan itu,intinya kita siap jika itu
sesuai dengan prosedur,’singkatnya.
Diberitakan sebelumnya, Proyek Rehabilitasi Tahap I Gedung J FKIP Unila Tahun
Anggaran 2016 diduga pengerjaannya
tidak sesuai dengan alokasi dana yang dianggarkan, kegiatan yang pagunya mencapai
Rp.3.755 Miliar itu bahkan hingga saat ini belum dirampungkan oleh pihak
rekanan yakni . PT Karya
Kamefada Wijaya Indonesia.
Dari pantauan PeNa, dari beberapa ruas bangunan hanya
mengalami perbaikan sedikit, sedangkan ada penambahan gedung satu
tingkat, namun disejumlah parit dan lantai masih terdapat pekerjaan yang
cenderung sengaja ditinggalkan bahkan Plang proyek tidak terpasang.
Menurut penuturan sejumlah mahasiswa yang berhasil dikonfirmasi, sejak
awal bangunan itu dilakukan perbaikan memang tidak terdapat papan pengumuman
yang menunjukkan kepemilikan rekanan yang melakukan pekerjaan.
“ Dari awal juga gak pernah ada plang proyeknya Mas, dan
memang gedung ini sejak beberapa bulan lalu dilakukan perbaikan dan peningkatan
lantainya,”ungkap Feri Hermanto salah satu Mahasiswa, Kamis (19/01).
Dugaan penyimpangan proyek rehabilitasi tahap I Gedung J FKIP Unila
Tahun Anggaran 2016 terus memicu asumsi negatif, sejumlah lapisan menduga
pekerjaan itu telah terkondisi sebelumnya, bahkan pembayaran kegiatan
pembangunan rehabilitasi tahap I Gedung J FKIP Unila Tahun Anggaran 2016 telah
mencapai 100%. Itu setelah PT Asuransi Purna Arthanugraha (Aspan) menyerahkan
jaminan pemeliharaan. Mirisnya, serah terima jaminan itu dilakukan pada tanggal
21 Desember 2016 atau 12 hari setelah tanggal pelaksanaan kegiatan dalam
kontrak berakhir.
Ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Lampung (FMPPL), Raden Suganda
meminta aparat hukum untuk melakukan penyelidikan terhadap proyek tersebut,
pasalnya kuat dugaan pengerjaan gedung itu tidak sebanding dengan besaran
anggaran yang di alokasikan.
Selain itu, Ia meminta Kejati Lampung untuk memanggil PT.Aspan yang diduga ikut terlibat yakni dengan menyerahkan jaminan pemeliharaan sehingga rekanan dapat mencairkan dana proyek sampai 100 persen padahal serah terima jaminan itu dilakukan pada tanggal 21 Desember 2016 atau 12 hari setelah tanggal pelaksanaan kegiatan dalam kontrak berakhir.
Dia menambahkan, untuk membantu aparat hukum, pihaknya akan melakukan
investigasi setelah itu akan melaporkannya ke Kejati Lampung.
“ Yang pasti akan kita laporkan ke Kejati, namun kami harus lengkapi
dulu hasil investigasi, jika memang harus turun ke jalan itu juga akan kita
lakukan, apalagi memang rekan-rekan mahasiswa Unila mau bergabung dalam aksi
itu nanti,”tandasnya.
Pada surat jaminan PT Aspan bernomor 13.94.NMD.0984.12.16 tanggal 21
Desember 2016 didasarkan atas BAP no 8137/UN26/3/LK/2016. Dengan penyerahan
jaminan tersebut, artinya pihak Unila sebagai Badan Layanan Umum (BLU) telah
melakukan pembayaran termin V (terakhir) sebesar 5% atau Rp160.594.611 kepada
PT Karya Kamefada Wijaya Indonesia (KKWI).
Dengan demikian dalam jangka waktu beberapa hari sejak masa kerja dalam
kontrak kegiatan berakhir, pembayaran telah dilunasi termasuk uang jamianan
pemeliharaan. Mirisnya lagi hingga kemarin, pekerjaan senilai Rp Rp3.755 Miliar tersebut belum rampung.
Direktur Masyarakat Transparansi Lampung (MaTaLa),
Charles Alizie menyayangkan kejadian tersebut, menurutnya sebagai lembaga
akademis, Kampung Hijau tersebut harus memberikan contoh profesionlisme disegal
aspek.
“Itu tempat berkumpulnya pengajar dengan title S2
bahkan ada profesor juga. Sangat disayangkan, jika terjadi hal yang demikian.
Seharusnya mereka lebih pahan tentang aturan hukum dan aturan main dalam pekerjaan
seperti itu,” kata dia.(BG)
Pages