Sertifikat tanah.ilustrasi


LAMPUNG TENGAH (PeNa)-- Persoalan sertifikat palsu dalam Prona menambah daftar masalah dalam pelaksanaan program pemerintah pusat itu di Lampung Tengah.
Masalah sertifikat palsu mengemuka dalam hering antara BPN Lamteng dengan Komisi I DPRD Lamteng, Senin (20/2).
Ketua Komisi I DPRD Lampung Tengah Rusliyanto sempat menanyakan adanya data tentang sertifikat palsu di Kampung Sukajaya Anak Ratuaji, Lamteng. Menurut Rusliyanto ditemukan sejumlah sertifikat aspal hasil prona yang dikeluarkan oleh oknum petugas BPN Lamteng. Rusliyanto mempertanyakan penyelesaiannya.
Secara total, sertifikat di Kampung Sukajaya mencapai 121. Sebanyak enam sertifikat diketahui aspal dan para pemiliknya telah melaporkan kepada pihak kepolisian.
Perwakilan BPN Slamet mengatakan enam sertifikat itu memang bodong. Sertifikatnya asli tetapi tidak tercatat di BPN.
BPN meminta kepada para pemilik agar mencabut persoalan itu dari ranah hukum, sehingga bisa memproses dan menggantinya dengan yang benar.
BPN juga telah meminta kakam setempat, tetapi tak juga ada tindakan.
BPN menjanjikan akan memasukkan 300 bidang tanah untuk mendapat  sertifikat prona dengan catatan  keenam bidang itu harus bebas dari ranah hukum.
Sebelumnya isu peta bodong sebagai dasar prona dan pungli juga mewarnai pelaksanaan program itu di Lamteng. Terkait dugaan ini DPRD Lampung Tengah siap menindaklanjuti keluhan warga. Dewan menunggu warga menyampaikan laporannya ke dewan melalui Komisi I.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi I DPRD Lamteng Firdaus Ali, Senin (20/2). Menurut Firdaus ada aturan yang jelas soal pungutan  prona, yang jumlahnya tak lebih dari Rp700.000. "Setahu saya kisaran Rp650 ribu-Rp700 ribu. Kalau lebih berarti ada masalah. Kami menunggu laporan masyarakat agar bisa bertindak," kata Firdaus.