Hal tersebut dikatakan Baroni usai menjalani sidang putusan di Pengadilan
Tipikor Tanjung Karang, Kamis (23/2)."Ini jelas ada indikasi permainan
uang, karena saya tidak bisa memberinya uang maka dijadikan tersangka, "
kata dia.
Menurutnya, dijadikan terdakwa pada perkara tersebut akan rela jika unsur
dari dinasnya juga ikut dilibatkan. "Ini jelas diskriminasi, kalau memang
semua warga negara diperlakukan sama dimuka hukum seharusnya dari dinas juga
ikut dong, " ujar dia.
Permainan uang nampak sekali, kata dia, karena yang dipersidangkan hanya
satu terdakwa. Sementara terdakwa lain dikatakan DPO, padahal jelas
keberadaannya. "Ini aneh, masa terdakwa DPO. Kenapa tidak menyeret yang
dari dinasnya, mereka jelas kok keterlibatannya, " tuturnya.
Ditambahkan, bahwa konsultan pengawas pada proyek tersebut Deswan, Pejabat
Pembuat Komiten (PPK) Puspita Dewi dan Pejabat Pelaksana Teknis (PPTK)
Gusnaini dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Masnuni sama sekali tidak tersentuh
hukum."Ini sangat tidak adil, kenapa PPK, PPTK,KPA dan Konsultan
pengawasnya tidak tersentuh hukum, " tambahnya.
Dalam perkara tersebut, diketahui bahwa hasil audit Badan Pemeriksa
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Lampung menyatakan kerugian yang
ditimbulkan sebesar Rp54juta. Sementara untuk terdakwa utama, terdakwa Abdul
Mukti diputus tiga tahun kurungan penjara sedangkan terdakwa Baroni diputus
satu tahun dua bulan penjara.
Diketahui, bahwa biaya perkara tersebut, jaksa menerima dari negara
Rp210juta. Sementara isu yang beredar, jaksa diduga menerima uang Rp800juta
dari dinas yang dimaksud. PeNa-spt.
Pages