JAKARTA : Beberapa waktu lalu ramai pemberitaan mengenai mahar politik dan ongkos kegiatan seorang bakal calon gubernur yang ingin berkontestasi dalam pemilihan kepala daerah. 

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham "Lulung" Lunggana mengeluarkan pendapatnya mengenai mahar dan juga ongkos politik tersebut. 

"Kalau mahar itu enggak ada tapi ongkos kegiatan itu pasti ada. Kalau bilang enggak ada namanya munafik," ujar Lulung, Rabu (23/3/2016).

Lulung mencontohkan kegiatan bakal calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan kelompok relawannya, Teman Ahok, yang mengumpulkan formulir KTP dukungan. 

Menurut dia, proses itu memerlukan biaya cetak dan sewa boothtermasuk ongkos kegiatan pendukung lainnya. Saat ditanya berapa minimal uang yang harus dikeluarkan jika ingin "nyagub" di Pilkada DKI Jakarta, Lulung menjawab;

"Kita kan kagak melulu pakai uang ya, tapi hampir semua harus pakai uang. Kalau di Jakarta tuh menurut saya minimal sih Rp 2 miliaranlah," kata politisi Partai Persatuan Pembangunan itu. 

Lulung memiliki sebutan khusus untuk bakal cagub yang memiliki modal minimal tersebut.

"Itu sudah yang sederhana banget. Balon (bakal calon) duafa istilahnya. Kan ada balon duafa, balon kelas menengah, ada juga balon gohir ha-ha-ha," kata Lulung. 

Kemudian, berada dalam klasifikasi mana Lulung? 

"Kalau saya main di tengah aja lah. Tapi kan sekarang enggak bisa diukur dengan uang juga kan. Kadang ada orang ikhlas melakukannya (membantu)," ujar Lulung. 

Ongkos politik yang disebut Lulung ini berbeda jauh dengan yang sempat disebut oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Jika dibandingkan nominal perkiraan Lulung dan Ahok(sapaan Basuki), lebih murah ongkos politik perkiraan Lulung. 

Berdasarkan hitung-hitungan Ahok, setiap pengurus partai tingkat anak ranting di kelurahan membutuhkan dana operasional minimal Rp 10 juta per bulan. Jika dikalikan dengan 267 kelurahan, total dana yang bisa dihabiskan untuk membiayai pengurus partai di tingkat anak ranting di kelurahan tersebut bisa mencapai Rp 2,67 miliar. 

Jika dikalikan 10 bulan, maka dana yang bisa dihabiskan bisa mencapai Rp 26 miliar. Menurut Ahok, hitung-hitungan itu belum termasuk kebutuhan dana untuk pengurus partai ranting di kecamatan. Belum lagi jika partai yang mengusungnya tidak hanya satu. 

"Kalau dua partai dukung kamu, semua minta digerakkan mesin partainya, bisa-bisa Rp 100 miliar enggak cukup lho nyalon gubernur DKI," kata pria asal Belitung ini.(n)