BANDARLAMPUNG (PeNa)-Lambannya penyelidikan kasus reklamasi Teluk Lampung
yang diduga melibatkan Walikota Bandar Lampung, Herman HN dan sejumlah Kepala
Satuan Kerja ( Kasatker) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) terus menuai
kritik.
Sejak dimintai keterangan oleh tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung
(Kejagung), pada 18 Okotober lalu, penyidik Kejagung belum melakukan pemanggilan
kembali terhadap mantan Kadispenda Lampung itu.
Kepala Biro Investigasi dan Pusat Data Masyarakat Transparansi Lampung (Matala),
Sonny AK berpendapat, belum adanya progres terhadap penyelidikan itu kan
menimbulkan asumsi negatif jika penyidik Kejagung kurang serius melakukan penyelidikan
terhadap dugaan penyalahgunaan izin dalam penerbitan empat Surat Keputusan (SK) Walikota Bandar Lampung itu.
“ Saya pikir datangnya jaksa Agung di Lampung dua hari lalu, dapat memberikan
keterangan tentang perkembangan kasus itu, namun Jaksa Agung pun terlalu
hati-hati menjawab pertanyaan awak media, bahkan apa yang di konfirmasikan
rekan jurnalis di jawab jaksa agung terlalu normatif,”tegas Sonny saat
dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Sabtu 17 Desember 2016.
Dia menambahkan, belum ada perkembangan penyelidikan kasus reklamasi teluk
Lampung akan menuai pertanyaan publik dan opini miring bahwa ada dugaan jika persoalan
itu mendapat tekanan dan intervensi pihak-pihak tertentu.
“ Sangat wajar jika muncul dugaan penyidik mendapat tekanan atau intervensi
dari poihak tettentu yang tidak ingin kasus reklamasi ini berlanjut, apalagi
sejak terakhir diperiksa Kejagung bulan Oktober lalu, sampai dengan saat ini penyidik
belum melakukan pemanggilan kembali. Sangat kita sayangkan jika Kejagung tidak
mampu menuntaskan persoalan ini,”ucapnya, Sabtu (18/12).
Tim penyidik,imbuh Sonny, terlalu lamban dalam melakukan kajian dan telaah
hukum atas empat SK Walikota yang terindikasi terjadi penyalahgunaan apalagi
dalam perizinan tersebut Pemkot Bandar Lampung menggunakan Kop surat Pemerintah
Provoinsi Lampung.
“ Dari awalnya saja sudah terindikasi terjadi penyalahgunaan wewenang,
apalagi jika melihat SK Walikota Bandar Lampung namun menggunakan kop Surat
Pemprov, kan bingung siapa sebenarnya yang bodoh, apakah bagian hukum atau
memang walikota yang bodoh, sehingga tidak lagi melihat kop surat tersebut dan
main tandatangan saja.Sangat tidak masuk akal, ada SK Walikota tapi pakai Kop
Provinsi, ini bagus untuk rekor MURI, karena menurut saya peristiwa ini hanya
ada di Bandar Lampung,”tandasnya.
Diketahui, tim penyidik pidana khusus meminta keterangan Herman HN terkait
dugaan penyimpangan perizinan dalam penerbitan Keputusan Wali Kota Bandar
Lampung No 790/I.01/HK/ 2015 tertanggal 14 Juli perihal Izin Reklamasi diBumi
Waras kepada PT Teluk Wisata Lampung.
Pada Agustus ada Keputusan Wali Kota Bandar Lampung No 799/III.24/HK/2015 tertanggal 5 Agustus perihal Perpanjangan Izin Reklamasi di Gunung Kunyit kepada PT Teluk Wisata Lampung. Dan di bulan September yakni Keputusan Wali Kota Bandar Lampung No 887/I.01/HK/2015 tertanggal 7 September 2015 perihal Izin Lokasi Reklamasi di Way Lunik kepada PT Bangun Lampung Semesta dan Keputusan Wali Kota Bandar Lampung No 842/III.24/HK/2015 tanggal 9 September 2015 perihal Izin Reklamasi di Pantai Jalan Yos Sudarso kepada PT Bangun Lampung Semesta.
Terakhir, pada Februari 2016 ada Keputusan Wali Kota Bandar Lampung No 308/ I.01/HK/2016 tanggal 29 Februari 2016 perihal Izin Reklamasi di Kawasan Pelabuhan, Pergudangan, dan Jasa di Way Lunik kepada perseorangan Drs Ronny Lihawa MSi.
Sedangkan Jaksa Agung HM.Prasetyo saat ditemui di lingkungan Kampus Unila
kepada awak media menjelaskan kasus itu masih dalam proses penyelidikan dengan
melakukan telaah pada proses perizinan.
"Tunggu
saja hasil penyelidikan dari Jampidsus, bukan persoalan mudah untuk menetapkan
status tersangka seseorang," tandasnya,Kamis (15/12) lalu.(BG)
Pages