Kantor Kejaksaan Negeri Metro.net

BANDARLAMPUNG (PeNa); Baroni (44) warga Jalan Landak No 31 Sidodadi Bandar Lampung terus berusaha mencari keadilan atas putusan pengadilan terhadap dirinya.
Baroni diputuskan bersalah oleh Pengadilan Tipikor Tanjungkarang pada 22 Februari 2017 lalu dengan pidana 1 tahun 2 bulan dengan denda Rp50 juta. Dalam perkara tersebut, jaksa menuntut Baroni dengan pidana 1 tahun 6 bulan sedangkan kerugian negara sebesar Rp54.144.066 telah dibayarkan.
Baroni merupakan satu dari dua orang yang ditetapkan sebagai sersangka oleh Kejaksaan Negeri Kota Metro. Sedangkan tersangka lain adalah Abdul Mukti sebagai kuasa direktur yang sampai saat ini masih berstatus DPO.  
“Saya tidak akan mengelak terhadap beberapa kesalahan yang saya anggap adalah kelalaian saya. Tapi beberapa persoalan kemudian timbul seperti, pencairan dana 100% didasarkan atas pernyataan konsultan pengawas menyatakan bahwa fisik telah sesuai spesifikasi baik dari volume, kualitas, gambar dan teknis dalam dokumen kontrak,” kata Baroni beberapa waktu lalu.
Pernyataan konsultan pengawas tersebut dilanjutkan dengan surat perintah membayar yang ditandatangani Penguasa Anggaran (PA) yang pada saat itu dijabat oleh Masnuni sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kota Metro.
“Semua saat itu sudah diperdengarkan di persidangan termasuk, tapi tidak ada satupun yang dijadikan pertimbangan sehingga tidak ada satupun dari pihak dinas yang ditetapkan menjadi tersangka atau terdakwa,” kata dia.
Sementara itu, Akademisi Unila, Dr Yusdianto Alam SH MH menilai, keputusan pengadilan yang didasarkan atas fakta persidangan dan tuntutan jaksa tidak berkeadilan. Jaksa Penuntut Umum tidak melihat perkara secara keseluruhan dan terkesan tebang pilih.
“Lihat perkara secara keseluruhan, walau pengembalian kerugian tidak menghapus pidana tapi jaksa tidak melihatnya hanya selintas. Atau memang ada unsur kesengajaan dalam hal-hal tertentu sehingga unsur dinas tidak tersentuh sama sekali,” kata dia.
Jaksa dapat diperiksa secara internal, atau diperiksa oleh Komisi Kejaksaan mengingat dalam nota pembelaan pribadi terdakwa diakui pernah dipanggil khusus oleh Kepala Kejaksaan Negeri Metro (Fransiska Djueriyah) dengan didampingi oleh Kasi Pidsus (Iskandar Welang).  
“Asiknya kan disini, jaksa seolah mendapat mandat juga untuk menenangkan perasaan tersangka pada saat itu untuk tidak membuat gaduh dengan menerima semua yang dinyatakan jaksa,” kata dia.
Nama Puspita Dewi yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam kegiatan tersebut, kata Yusdianto, juga memiliki peran vital. “Dua pihak, ada pemerintah sebagai pemberi mandat pekerjaan yang tertuang dalam kontrak dan ada rekanan sebagai pelaksana. Dana kemudian cair 100% dengan dasar pernyataan konsultan pengawas dan tiba-tiba rekanan menjadi tersangka sedangkan pihak dinas bebas. Ada langkah dari pihak kejaksaan yang saya kira sangat ganjil,” tegasnya.
“Coba nanti saya pelajari lagi dari berkas yang ada, kita akan mencoba membedahnya. Tidak ada maksud untuk menguji keputusan pengadilan, tapi kita lihat dari proses penyelidikan dan penyidikanya saja,” imbuhnya.