JAKARTA : Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Puri Kencana Putri, mengapresiasi semangat pemerintah untuk melakukan pemberantasan terhadap tindak pidana terorisme di Indonesia.
Namun, ia menilai pemerintah juga harus menciptakan mekanisme kontrol, transparansi dan akuntabilitas terkait penggunaan kekuatan yang berlebihan dan cenderung abuse of power.
"Kebutuhan revisi sebenarnya tidak terlalu mendesak, karena yang paling penting sebenarnya evaluasi atas kerja Densus 88 dan semua desk antiteror," ujar Puri, Jumat sore (4/3/2016).
Menurut hasil temuan Kontras, penggunaan kekuatan secara berlebihan ini tergambar dari kasus salah tangkap yang dilakukan oleh anggota Densus 88 pada saat melakukan penangkapan terhadap terduga teroris di Solo, Jawa Tengah pada 29 Desember 2015.
Saat itu, sekitar pukul 12.00 WIB anggota Densus 88 Antiteror melakukan penangkapan terhadap 2 orang yang diduga terlibat tindak pidana terorisme yakni Ayom Panggalih dan Nur Syawaludin di Solo, Jawa Tengah.
Pada saat proses penangkapan dilakukan, kedua orang tersebut mendapatkan intimidasi seperti penodongan senjata api yang diarahkan langsung ke arah korban.
Setelah dilakukan penangkapan terhadap korban, keduanya kemudian langsung dibawa ke Polsek Laweyan dan sempat dilakukan penahanan serta menjalani proses interogasi oleh anggota Densus 88.
Sekitar pukul 14.15 WIB, anggota Densus 88 kemudian melepaskan kedua orang korban tersebut begitu saja dari Polsek Laweyan karena tidak terbukti terlibat dalam kasus terorisme.
"Kami menilai bahwa tindakan anggota Densus 88 jelas telah melanggar asas praduga tak bersalah. Terlebih lagi proses penangkapan dilakukan tanpa adanya bukti permulaan yang cukup," kata Puri.
Lebih lanjut, Puri meminta kepada Kapolri untuk menindak tegas anggota Densus 88 yang terbukti telah melakukan pelanggaran.
Ia juga meminta pemerintah menciptakan satu mekanisme pengawasan eksternal yang melibatkan komisi negara independen lain, seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPK, Kompolnas, Ombudsman RI dan Kompolnas.
Hal itu untuk memastikan bahwa prosedur keamanan yang diambil tidak melenceng dari prasyarat akuntabilitas dan transparansi yang digunakan.(n)