BANDARLAMPUNG (PeNa)-DPRD Kota Bandar Lampung dalam waktu dekat akan memanggil Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) setempat terkait penerimaan retribusi pengendalian menara telekomunikasi tahun 2015 lalu yang disinyalir tidak menggunakan dasar hukum yang jelas.

Bahkan Walikota Bandar Lampung ketika dikonfirmasi mengenai aturan hukum retribusi menara cenderung tidak paham dan untuk menutupi ketidaktahuan mengenai regulasi tersebut, mantan Kadispenda Lmapung itu menghardik awak media dengan ucapan yang tidak pantas.

“ Ada peraturannya itu, kamu gak ngerti tolol kamu,”bentak Herman.
Sementara anggota Komisi II DPRD Kota Bandar Lampung Grafieldy Mamesah mengatakan, pihaknya terlebih dahulu akan menggelar rapat internal komisi membahas persoalan itu dan menetukan agenda positid untuk menggelar Hearing dengan BPKAD.

“ Akan kita rapatkan dulu dengan kawan-kawan di Komisi II serta waktu yang tepat untuk memanggil BPKAD agar tidak bersinggungan dengan agenda komisi II lainnya,” kata politisi PKS, Senin 28 November 2016.

Permasalahan menara telekomunikasi, sambungnya memang merupakan ranah Komisi I sebagai mitra kerja Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kota Bandar Lampung, namun mengenai retribusi adalah kewenangan Komisi II untuk mengkonfirmasikannya ke BPKAD.

“ Soal retribusinya kan urusan BPKAD dan BPKAD merupakan mitra kerja Komisi II, oleh sebab itu nanti akan kita tanyakan berapa yang telah disetorkan oleh Kominfo ke BPKAD,”tegasnya.
Terkait dugaan belum adanya regulasi yang menjadi acuan Pemkot dalam melakukan penarikan tersebut, Ia memastikan persoalan itu akan menajdi salah satu pokok pembahasan dalam rapat dengar pendapat dengan BPKAD.

“ Jika memang belum ada regulasi yang jel;as dalam retsbusi menara tahun 2015 lalu itu, ya akan kita tanyakan juga, Surat ketetapan retribusi daerah (SKRD) nya itu mengacu kepada apa, bukan masalah kami mau menghambat PAD akan tetapi taat terhadap aturan juga menjadi hal yang poenting agar pengelolaan keuangan daerah menjadi disiplin dan akuntabel,”tandasnya.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sekaligus menghapus Penjelasan Pasal 124 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) terkait tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi maksimal 2 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP). Soalnya, selain metode penghitunganya tidak jelas, ketentuan itu menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi perusahaan telekomunikasi.

Penjelasan Pasal 124 UU PDRD menyebutkan, “Mengingat tingkat penggunaan jasa pelayanan yang bersifat pelayanan dan pengendalian sulit ditentukan serta untuk kemudian penghitungan tarif retribusi ditetapkan paling tinggi 2 % dari nilai jual objek pajak yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak bumi dan bangunan menara telekomunikasi, yang besarnya retribusi dikaitkan dengan frekuensi pengawasan dan pengendalian menara telekomunikasi tersebut.”

Namun pada tahun 2015 lalu Pemkot Bandar Lampung melalui Diskominfo setempat tetap menarik retribusi pengendalian menara meski saat itu belum ada kepastiasn hukum yang jelas mengenai tarif namun dari informasi yang dihimpun PeNa jumlah yang berhasil dipungut oleh Diskominfo mencapai Rp 1 miliar lebih namun berapa jumlah yang disetorkan ke Kasda belum ada kejelasan.

Otomatis hal itu memicu asumsi publik yang berkembang pengenaan tarif retribusi yang memberikan batas maksimal 2 persen dari NJOP tanpa disertai dengan sistem penghitungan yang jelas justru tidak memberikan kepastian hukum yang akan menyebabkan ketidakadilan dalam penerapannya.(BG)