BANDARLAMPUNG (PeNa)-
Kejaksaan Tinggi Lampung terlihat kebingungan dalam menangani penyelidikan
dugaan Korupsi Ketua DPD I Partai Golkar Lampung, Arinal Djunaidi, padalah
indikasi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Arinal saat menjabat Sekretaris
Daerah Provinsi (Sekdaprov) hampir satu semester sejak dilaporkan oleh
Masyarakat Transparansi Lampung (Matala)
Bahkan berdasarkan
perhitungan sementara, Tim Penyidik menemukan kerugian Negara sebesar Rp480 juta.
Namun Kejati tidak cukup nyali untuk memanggil Arinal guna dimintai keterangan.
Kepala Seksi Penerangan dan
Hukum Kejati Lampung, Irfan Natakusumah ketika dikonfirmasi melalui sambungan
telepon mengakui jika penyelidikan itu belum mengalami perkembangan yang
signifikan, bahkan untuk memanggil Arinal, Kejati belum memiliki agenda
disebabkan persoalan itu masih terus di dalami
“ Belum ada jadwal untuk
memanggil apalagi kan Kasipidsusnya baru satu minggu menjabat, perintah beliau
agar semua persoalan di pelajari lagi sehingga dapat di tentukan mana yang akan
menjadi prioritas,”jelas Irfan, Kamis (9/3).
Disinggung ada nya rumor
jika Kejati akan menghentikan penyelidikan, Irfan membantah karena sampai
dengan saat ini kasus itu masih dalam proses penyelidikan dan jika memang
proses hukumnya harus dihentikan,menurut Irfan harus sesuai dengan ketentuan.
“ Kayaknya sih masih
berjalan prosesnya, kalaupun dilakukan penghentian penyelidkan kan harus ada
kesimpulan,”ujarnya.
Diketahui, sejak
dilaporkannya dugaan korupsi tersebut, Kejati cenderung kurang serius menangani
perkara Arinal hal itu dibuktikan lamanya proses penyelidikan oleh penyidik
sehingga memicu spekulasi jika ada pihak-pihak tertentu yang melakukan intervensi
terhadap Korps Adhyaksa agar kasus itu tidak sampai ke proses hukum berikutnya.
“ Jangan salahkan opini,
asumsi dan spekulasi yang muncul di tengah publik jika Kejati Lampung tidak mampu menolak adanya campur tangan
pihak-pihak tertentu yang tidak ingin kasus dugaan korupsi dan penyalahgunaan
wewenang itu meingkat ke proses penyidikan,” tegas Direktur Eksekutif Matala.
Charles mengaku heran
dengan kinerja penyidik yang tidak mempertimbangkan hasil perhitungan sementara
internal Kejati terkait hasil audit internal yang menemukan kerugian negara
sebsar Rp 480 juta
Diberitakan sebelumnya, berdasarkan
perhitungan sementara Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terhadap
perkara dugaan korupsi Ketua DPD I Golkar Arinal Djunaidi ditemukan kerugian Negara sebesar
Rp480 juta.
Kerugian tersebut timbul dari selisih besaran honor
yang diterima beberapa tim yang dibentuk untuk perda dan evaluasi APBD. Namun,
kendati telah menghitung kerugian sementara secara internal, penyidik mengaku
masih memperdalam unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang terjadi dalam
perkara tersebut.
“Untuk sementara, kami telah menghitung kerugian Negara secara internal dan telah kami dapat angkanya. Tinggal kami memperdalam unsur tindak pidannya saja,” kata sumber PeNa di kejaksaan beberapa waktu lalu.
Jaksa itu juga mengaku, temuan tim penyidik juga telah dilaporkan kepada Kajati. “Sudah kami laporkan perkembanganya kepada pimpinan. Kami sedang memperdalamnya,” tegasnya singkat.
Terkait dugaan adanya pelanggaran dalam pembuatan,
penerbitan dan pelaksanaan Peraturan Gubernur (Pergub) yang menjadi dasar
temuan kerugian, jaksa tersebut enggan berkomentar. Namun ditegaskannya, bahwa
keberlakuan pergub tidak dapat berlaku surut. “Ya yang jelas pergub itu tidak
berlaku surut. Udah itu saja, saya sakin anda dapat menganalisanya,” tegasnya.
Perkara dugaan korupsi yang dilakukan Arinal itu saat
menjabat Sekretaris Provinsi (sekprov) Lampung mencuat setelah dilaporkan
Masyarakat Transparansi Lampung (MaTaLa) beberapa waktu. Dalam laporanya
disebutkan pada tahun 2015, gubernur menetapkan pedoman penyelenggara pemda
dalam melaksanakan anggaran yang dituangkan dalam Pergub No 72 tahun 2014
tanggal 29 Desember 2014.
Dalam pergub tersebut, telah diatur besaran
honorarium tim. Tapi kemudian pada tanggal 14 April 2015, pergub tersebut
dirubah dengan Pergub No 24 tahun 2015 yang isinya lebih pada memfasilitasi
besaran honor tim raperda, rapergub dan tim evaluasi raperda APBD kab/kota.
Keputusan Gubernur No G/59/B.III/HK/2015 tentang penetapan besaran honor dan
Keputusan Gubernur No G/292/BX/HK/2015 tentang pembentukan tim, menurut Matala,
keduanya bertentangan dengan pasal 1 lampiran IV dan pasal 5 Pergub No 72 tahun
2014.
Sekdaprov Merangkap TA
Kemudian nama AD ditahun 2015 juga muncul sebagai
tenaga ahli, padahal saat itu dirinya masih menjabr sebagai sekretaris
provinsi.
Menurut Akademisi Unila, Yusdianto, nama AD sebagai
Pembina ASN tertinggi di Lampung tidak dapat diikut sertakan dalam tenaga ahli.
Tekait sikap kejaksaan terhadap laporan Matala, menurut dia, akan sangat
mempengaruhi suhu politik di Lampung yang akan berimbas pada stabilitas
keamanan. Mengingat nama, Arinal Djunaidi yang sempat santer mendapat
rekomendasi sebagai calon ketua DPD I Partai Golkar.(BG)
Pages