JAKARTA
– Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memvonis PT Yamaha Indonesia Motor
Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM) bersalah melakukan kartel
dalam menetapkan harga dan volume penjualan motor jenis skuter otomatik
(skutik), Senin (20/2).
Dua produsen asal Jepang tersebut menguasai sekitar 97 persen
pasar skutik di Indonesia sehingga diawasi oleh KPPU karena rentan bersekongkol
melakukan penetapan harga. Mereka berdua juga menguasai 10 brand sepeda motor paling laris di Indonesia
saat ini.
Majelis komisi persidangan yang dipimpin oleh Tresna Priyana
Soemardi serta anggota R Kurnia Sya'ranie dan Munrokhim Misanam menyatakan YIMM
dan AHM terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Undang-Undang No 5 Pasal
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Majelis menghukum YIMM dengan denda Rp 25 miliar dan AHM Rp 22,5
miliar "dan disetorkan ke kas negara," kata Tresna saat membacakan
putusan.
Disebutkan bahwa untuk skutik dengan harga dasar Rp 7 juta - Rp
8 juta dijual di pasaran dengan harga Rp 15 juta - Rp 16 juta.
Denda yang diterima YIMM lebih berat, karena dinilai
memanipulasi data di persidangan. Oleh sebab itu, hukuman YIMM sudah termasuk
ditambah 50% dari besaran proporsi denda. Adapun denda AHM telah dipotong 10%,
karena dinilai kooperatif oleh majelis hakim.
Bunyi pasal 5 UU no. 5/1999 adalah pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu
barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar
bersangkutan yang sama.
Putusan itu dibacakan setelah melalui serangkaian pemeriksaan,
baik pendahuluan maupun lanjutan selama lebih kurang 120 hari kerja terhadap
praktik usaha di industri sepeda motor yang diduga mengakibatkan konsumen tidak
dapat memperoleh harga beli sepeda motor yang kompetitif.
Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI)
Gunadi Sindhuwinata mengatakan, putusan itu tidak pas dan cocok dengan
bukti-bukti yang ada.
“Kami angggap putusan KPPU di luar konteks. Bukti apa yang
disampaikan KPPU dasarnya tidak kuat,” kata Gunadi kepada Investor
Daily.
Jika dasar pertimbangan KPPU tidak cukup kuat, kata dia, akan
berpengaruh terhadap pandangan investor terhadap Indonesia. Situasi ini sangat
mengganggu iklim kerja industri, terutama di situasi yang sulit saat ini.
Dia memastikan, putusan tersebut tidak tepat, karena tidak ada
persengkongkolan yang dilakukan amggotanya.
"Kalau memang dilihat iklim di Indonesia tidak bersahabat,
pabrikan akan investasi di tempat lain. Padahal, kita sudah berupaya agar
kondisi Indonesia nyaman dan baik untuk investasi,” kata Gunadi.
Pages