Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menuturkan, banyak masyarakat belum memilih kepala daerahnya dengan alasan yang matang. 

Menurut Topan, ada kecenderungan masyarakat memilih calon kepala daerah yang memiliki hubungan keluarga dengan kepala daerah sebelumnya. Hal ini dia sebut berpengaruh pada lahirnya dinasti politik dan berpotensi menimbulkan korupsi.
"Karena memang membatasi hak politik itu dilarang. Tapi pada saat yang sama, masyarakat tidak bisa menentukan pilihan yang matang. Oleh karena itu, mekanismenya memang harus berjenjang," kata Adnan, seusai acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Satbu (7/1/2017). 
(Baca: Tiga Jenis Dinasti Politik, Mana yang Terkuat?)
Adapun mekanisme atau tahapan untuk memutus rantai dinasti politik, di antaranya adalah mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar semakin fokus mengawasi proses hukum yang melibatkan pejabat daerah. 
"Bagaimana menghentikan dinasti politik Banten, misalnya. Kalau tidak dipotong lewat jalur hukum, ini akan semakin terangkat. (Karena terjerat kasus hukum) terbukti sekarang mereka relatif kesulitan untuk berkompetisi," ucap Adnan. 
Kedua, melalui penerapan berbagai macam instrumen teknokratis ketika mereka menjabat untuk mengontrol kepemimpinan. Salah satunya melalui e-budgeting sehingga setiap pejabat daerah tidak bisa menggunakan anggaran untuk kepentingan di luar kepentingan daerah.
"Kalau ini diterapkan dan jadi perintah Undang-Undang, saya kira mereka-mereka yang akan mencuri uang negara relatif kesulitan mencari cara untuk menggerus uang negara itu," ujarnya. 
Sementara itu, untuk jangka panjang, harus ada upaya mencerdaskan masyarakat dan lebih sadar politik. Jika masyarakat sudah sadar secara politik, kata Adnan, dengan sendirinya dinasti politik juga akan ditolak. 
Dia mencontohkan di Jakarta, masyarakatnya sudah semakin rasional dalam menentukan pilihan dan preferensi politiknya tidak mudah dipengaruhi politik uang misalnya. 
"Atas dasar kesadaran politik mereka. Jadi tidak perlu diatur-atur, toh (calon kepala daerah berlatar belakang dinasti politik) tidak laku ketika dijual," tutur Adnan.