ridho-gub-658x389BANDARLAMPUNG (PeNa)-Cita-Cita Gubernur Lampung untuk memajukan Olahraga di Bumi Rua Jurai terancam kandas.Pasalnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melalui surat dengan Nomor X-800/33/SJ tanggal 14 Maret lalu menegaskan agar Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat mencabut keputusan terhadap sejumlah pengurus di daerah yang rangkap jabatan sebagai Kepala Daerah termasuk Ridho Ficardo sebagai Ketua KONI Lampung serta Anggota DPRD Lampung Eva Dwiana Herman Ketua KONI Kota Bandar Lampung.

Pengamat Hukum Universitas Lampung (Unila), Yusdianto mengatakan, dengan adanya surat Mendagri itu Gubernur Lampung harus segera meletakkan jabatan tersebut, jika Ketua DPD I Demokrat itu bersikeras tetap menjabat hal itu sama saja dengan menghianati sumpah jabatan sebagai kepala daerah.

“ Gubernur harus taat hukum dong, sebelum KONI pusat mencabut SK kepengurusan KONI Lampung, akan lebih baik Gubernur mengundurkan diri dan itu akan lebih terhormat. Mengingat rangkap jabatan itu juga tidak diperbolehkan dalam undang-undang,”tegas Yusdianto, Rabu (27/4).

[caption id="attachment_8137" align="alignleft" width="252"]IMG-20160427-WA0000 Surat Mendagri Kepada KONI Pusat Tanggal 14 Maret 2016 lalu Untuk mencabut SK Kepengurusan KONI Lampung[/caption]

Permasalahan rangkap jabatan, kata Yusdianto, kerap mencuat menjadi satu wacana kontroversial di masyarakat. Khususnya jika sedang mengkritisi perilaku politik elit politik atau eksekutif. Sebagaiamana rangkap jabatan Gubernur Lampung sebagai Ketua KONI Lampung masa bakti 2015 – 2019 yang berdasarkan atas surat keputusan KONI Pusat Nomor 77 Tahun 2015, tertanggal 7 Agustus 2015.

“ Kita sama-sama ketahui, kepengurusan KONI Lampung saat ini di dominasi oleh pejabat eksekutif dan legislative. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah diperkenankan pejabat public dan struktrural melakukan perangkapan jabatan?, Sementara hukum perundangan sudah terang melarang. Dan anehnya publik seakan tertutup mata dan hilang akal sehat ketika yang memimpin KONI adalah Gubernur dan struktur kepengurusan berasal dari aparatur pemerintah dan anggota legislative. Lalu kenapa hukum menjadi tumpul,”ucapnya.

Dia menambahkan, jika surat Mendagri itu tidak segera disikapi oleh Gubernur, alhasil akan menimbulkan asumsi negative di masyarakat, dengan tidak taatnya seorang kepala daerah terhadap aturan akan menjadi tauladan negative bagi public.

“ Contohnya lihat saja Anggota DPRD Lampung Eva Dwiana Herman yang juga menjabat sebagai Ketua KONI Bandar Lampung, ya wajar saja jika Eva tidak paham aturan kalau Gubernur juga tidak paham jika ada undang-undang yang melarang pejabat publik untuk rangkap jabatan,”katanya.

Yusdianto menegaskan, hasil telaah hukum terkait larangan rangkap jabatan bagi kepala daerah dan anggota legislative telah diatur dalam UU No. 3 Tahun 20015 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.Pasal 40, yakni Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.

Di dalam pasal 45 UU No. 3 Tahun 20015 Gubenur selaku pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk membuat perencanaan keolahragaan tingkat provinsi, baik rencana strategis dan rencana operasional. Nah disinilah bentuk tanggung jawab pemerintahan dalam rangka pembinaan prestasi olahraga, artinya Gubernur tidak harus menjabat sebagai ketua KONI,”urainya.

Dilanjutkannya, Pasal 121 ayat (1), Dalam rangka efektivitas pengawasan, Menteri, gubernur, dan bupati/walikota dapat mengenakan sanksi administratif kepada setiap orang atau organisasi olahraga yang melakukan pelanggaran administratif dalam pelaksanaan penyelenggaraan keolahragaan, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 122 ayat (2), Bentuk sanksi administratif meliputi: a. peringatan; b. teguran tertulis; c. pembekuan izin sementara; d. pencabutan izin; e. pencabutan keputusan atas pengangkatan atau penunjukkan, atau pemberhentian; f. pengurangan, penundaan, atau penghentian penyaluran dana bantuan; dan/atau g. kegiatan keolahragaan yang bersangkutan tidak diakui.
Pengurus sebagaimana dilarang memegang suatu jabatan publik yang diperoleh melalui suatu proses pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui pemilihan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, antara lain Presiden/Wakil Presiden dan para anggota kabinet, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, anggota DPR-RI, anggota DPRD, hakim agung, anggota Komisi Yudisial, Kapolri, dan Panglima TNI.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-V/2007, Mengatakan Pasal 40 UU SKN tidak bertentangan dengan Pasal 28C Ayat (2), Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945.
Surat Edaran Mendari No. 800/148/SJ tentang Larangan Perangkapan Jabatan Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah pada Kepengurusan KONI, PSSI Daerah, Klub Sepakbola Profesional dan Amatir, serta Jabatan Publik dan Jabatan Struktural, tertanggal 17 Januari 2012.

Di dalam Anggaran Dasar dan Rumah Tangga KONI Pasal 4 ayat (1), KONI adalah satu-satunya organisasi keolahragaan nasional yang berwenang dan bertanggung jawab mengelola, membina, mengembangkan, dan mengoordinasikan setiap dan seluruh pelaksanaan kegiatan olahraga prestasi setiap anggota di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 14, KONI Provinsi mempunyai Pelindung, yaitu unsur pimpinan daerah di provinsi tersebut.

“ Dari pandangan hukum perundangan diatas, sangat jelas dan tidak ada keraguan untuk disimpulkan bahwa Rangkap Jabatan Publik yang terjadi pada kepengurusan KONI Lampung periode 2015 -2019 merupakan bentuk pengingkaran, pengabaian dan pembangkangan terhadap konsitusi dan hukum perundang-undangan yang berlaku,”tandasnya.

Pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri, kata Yusdianto, diwajibkan memberikan sanksi supaya tidak menjadi yurisdiksi daerah lainnya. Karena pejabat Negara patut menghindari konflik interest untuk menjaga dan mengawal netralitas dan kualitas keputusan dan/atau tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya dapat terjaga. Kepala daerah harus tetap berada pada suatu kedudukan dengan fungsi, tugas dan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan oleh peraturan perundangan.

Keberadaan Kepala Daerah (Gubernur, Walikota/Bupati) baik pejabat struktural, pejabat public dan pejabat partai politik menjadi Ketua dan/atau Pengurus KONI daerah, maka dapat dipastikan bakal terjadi konflik kepentingan (conflict of interest) berupa: a) Pembahasan dan penentuan besaran alokasi anggaran keolahragaan, b) Kerancuan dalam menjalankan tugas dan fungsi kapan sebagai

Gubernur kapan sebagai ketua KONI, c) Inkonsistensi di dalam penyelenggaraan sistem keolahragaan, misalnya sistem pertanggungjawaban administrasi keuangan Negara, d) Perencana kebijakan dan sekaligus pengawasan. e) Mengganggu prinsip akuntabilitas pemerintahan, dan f) Split pertanggungjawaban antara kepala daerah dan ketua KONI.

“ Adanya rangkap jabatan ini menunjukkan Pejabat Pemerintahan tersebut dapat menurunkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang sedang dibangun oleh Pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla. Upaya membangun melalui prinsip-prinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan pola tindak administrasi yang demokratis, objektif, dan profesional dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum harus ditegakkan,” tutupnya.

Diketahui, dalam Surat Mendagri tersebut selain Provinsi Lampung juga terdapat beberapa kasusnya serupa yakni Aceh,Sumatera Barat, Banten, Papua Barat dan Papua

Namun diantara sejumlah provinsi itu, Lampung yang lebih menuai sorotan karena kepengurusannya banyak diisi oleh pejabat publik dan struk¬tural, seperti posisi Waketum I yang dipegang oleh Kadispora Prov. Lampung, Waketum III dan IV yang dipegang oleh anggota DPRD Prov. Lampung dan posisi bendahara umumnya yang di¬pegang oleh Kadishub Prov. Lampung

Selain itu, untuk posisi di bawahnya, seperti kepala bidang, beberapa pos juga diisi oleh pejabat, mulai dari pos kepala bidang pembinaan hukum olahraga yang diemban oleh PR III Universitas Lampung, Waka¬bid organisasi dan hubungan antar lembaga yang diisi oleh anggota DPRD Prov. Lampung serta Ketua dan Wakil Bidang Dana dan Usaha yang diisi oleh Kadis Pertambangan dan anggota DPRD Prov.Lampung.(PeNa/Bung)