BANDARLAMPUNG (PeNa)-Masyarakat Transparansi Lampung (Matala) mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung untuk sesegera mungkin melakuan perhitungan kerugian negara secara resmi.
Sebelumnya, berdasarkan hasil perhitungan internal telah menemukan adanya kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi yang dilakukan Ketua DPD I Golkar Lampung, Arinal Djunaidi sebesar Rp480 juta.
Kerugian tersebut belum dapat sepenuhnya dijadikan dasar oleh penyidik agar perkara tersebut ditingkatkan menjadi penyidikan, terlebih kejaksaan juga masih memperdalam delik perbuatan melawan hukumnya.
“Harus dipercepat, menunggu apa lagi dong. Walaupun baru sebatas perhitungan internal, tapi kalau sudah namanya kerugian itu ya pasti ada tindak pidanannya. Tinggal siapa pelaku dan yang turut melakukanya,” kata Direktur Matala, Charles Alizie melalui ponselnya kemarin.

Lambatnya proses perkara dalam tingkat penyelidikan dapat menimbulkan negatif asumtion ditengah masyarakat dan yang lebih parahnya, akan menarik sisi netagif pula pada dunia perpolitikan di Lampung.
“Ya tentu yang sangat kita hindari adalah asumsi negatif dari masyarakat terhadap aparat penegak hukum dan penagakan hukum di Indonesia. Lambatnya penyelidikan dapat membuka peluang lobi-lobi politik jelang pilkada serentak mendatang,” katanya.
Posisi Arinal Djunaidi sebagai terlapor yang menempati jabatan yang strategis dalam partai mainstream di Lampung dapat dijadikan salah satu alasan publik agar proses perkara tidak terkontaminasi.
“Kalau prosesnya terus diposisikan seperti ini maka itu kan membuka peluang,” imbuhnya.
Langkah cepat dan tegas aparat kejaksaan sangat diperlukan, tidak hanya untuk proses hukum yang transparan tapi juga kepastian hukum terhadap pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan tersebut.
Kejaksaan sendiri hingga kemarin masih berkutat pada pendalaman Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang ada dalam laporan awal. Alasanya, dengan PMH yang masih sumir akan mempersulit langkah penyidikan.
“Ya ada berapa anggota tim yang menerima honor sesuai yang diatur dalam pergub. Tidak menutup kemungkinan semuanya akan terseret. Tapi kita akan perjelas dulu PMH nya,” kata seorang penyidik Kejati Lampung.
Kerugian tersebut timbul dari selisih besaran honor yang diterima beberapa tim yang dibentuk untuk perda dan evaluasi APBD. Namun, kendati telah menghitung kerugian sementara secara internal, penyidik mengaku masih memperdalam unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang terjadi dalam perkara tersebut.
“Untuk sementara, kami telah menghitung kerugian Negara secara internal dan telah kami dapat angkanya. Tinggal kami memperdalam unsur tindak pidannya saja,” kata sumber PeNa di kejaksaan beberapa waktu lalu.
Jaksa itu juga mengaku, temuan tim penyidik juga telah dilaporkan kepada Kajati. “Sudah kami laporkan perkembanganya kepada pimpinan. Kami sedang memperdalamnya,” tegasnya singkat.
Terkait dugaan adanya pelanggaran dalam pembuatan, penerbitan dan pelaksanaan Peraturan Gubernur (Pergub) yang menjadi dasar temuan kerugian, jaksa tersebut enggan berkomentar. Namun ditegaskannya, bahwa keberlakuan pergub tidak dapat berlaku surut. “Ya yang jelas pergub itu tidak berlaku surut. Udah itu saja, saya sakin anda dapat menganalisanya,” tegasnya.
Perkara dugaan korupsi yang dilakukan AD saat menjabat Sekretaris Provinsi (sekprov) Lampung mencuat setelah dilaporkan Masyarakat Transparansi Lampung (MaTaLa) beberapa waktu. Dalam laporanya disebutkan pada tahun 2015, gubernur menetapkan pedoman penyelenggara pemda dalam melaksanakan anggaran yang dituangkan dalam Pergub No 72 tahun 2014 tanggal 29 Desember 2014. Dalam pergub tersebut, telah diatur besaran honorarium tim. Tapi kemudian pada tanggal 14 April 2015, pergub tersebut dirubah dengan Pergub No 24 tahun 2015 yang isinya lebih pada memfasilitasi besaran honor tim raperda, rapergub dan tim evaluasi raperda APBD kab/kota. Keputusan Gubernur No G/59/B.III/HK/2015 tentang penetapan besaran honor dan Keputusan Gubernur No G/292/BX/HK/2015 tentang pembentukan tim, menurut Matala, keduanya bertentangan dengan pasal 1 lampiran IV dan pasal 5 Pergub No 72 tahun 2014.
Sekdaprov Merangkap TA
Kemudian nama AD ditahun 2015 juga muncul sebagai tenaga ahli, padahal saat itu dirinya masih menjabr sebagai sekretaris provinsi.
Menurut Akademisi Unila, Yusdianto, nama AD sebagai Pembina ASN tertinggi di Lampung tidak dapat diikut sertakan dalam tenaga ahli. Tekait sikap kejaksaan terhadap laporan Matala, menurut dia, akan sangat mempengaruhi suhu politik di Lampung yang akan berimbas pada stabilitas keamanan. Mengingat nama, Arinal Djunaidi yang sempat santer mendapat rekomendasi sebagai calon ketua DPD I Partai Golkar.