BANDARLAMPUNG (PeNa)-Dugaan penyimpangan proyek rehabilitasi tahap I Gedung J FKIP Unila Tahun Anggaran 2016 terus memicu asumsi negatif, sejumlah lapisan menduga pekerjaan itu telah terkondisi sebelumnya, bahkan pembayaran kegiatan pembangunan rehabilitasi tahap I Gedung J FKIP Unila Tahun Anggaran 2016 telah mencapai 100%. Itu setelah PT Asuransi Purna Arthanugraha (Aspan) menyerahkan jaminan pemeliharaan. Mirisnya, serah terima jaminan itu dilakukan pada tanggal 21 Desember 2016 atau 12 hari setelah tanggal pelaksanaan kegiatan dalam kontrak berakhir.

Ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Lampung (FMPPL), Raden Suganda meminta aparat hukum untuk melakukan penyelidikan terhadap proyek tersebut, pasalnya kuat dugaan pengerjaan gedung itu tidak sebanding dengan besaran anggaran yang di alokasikan.

“ Dengan dana  3 miliar lebih itu, seharusnya kondisi bangunan tidak seperti itu, kami berharap aparat hukum jeli dengan adanya dugaan penyimpangan pada rehab gedung FKIP itu,”tegas Raden, Senin (30/1).

Selain itu, Ia meminta Kejati Lampung untuk memanggil PT.Aspan yang diduga ikut terlibat yakni dengan menyerahkan jaminan pemeliharaan sehingga rekanan dapat mencairkan dana proyek sampai 100 persen padahal serah terima jaminan itu dilakukan pada tanggal 21 Desember 2016 atau 12 hari setelah tanggal pelaksanaan kegiatan dalam kontrak berakhir.

Dia menambahkan, untuk membantu aparat hukum, pihaknya akan melakukan investigasi setelah itu akan melaporkannya ke Kejati Lampung.

“ Yang pasti akan kita laporkan ke Kejati, namun kami harus lengkapi dulu hasil investigasi, jika memang harus turun ke jalan itu juga akan kita lakukan, apalagi memang rekan-rekan mahasiswa Unila mau bergabung dalam aksi itu nanti,”tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, pada surat jaminan PT Aspan bernomor 13.94.NMD.0984.12.16 tanggal 21 Desember 2016 didasarkan atas BAP no 8137/UN26/3/LK/2016. Dengan penyerahan jaminan tersebut, artinya pihak Unila sebagai Badan Layanan Umum (BLU) telah melakukan pembayaran termin V (terakhir) sebesar 5% atau Rp160.594.611 kepada PT Karya Kamefada Wijaya Indonesia (KKWI).
Dengan demikian dalam jangka waktu beberapa hari sejak masa kerja dalam kontrak kegiatan berakhir, pembayaran telah dilunasi termasuk uang jamianan pemeliharaan. Mirisnya lagi hingga kemarin, pekerjaan senilai Rp Rp3.755 Miliar tersebut belum rampung.
Direktur Masyarakat Transparansi Lampung (MaTaLa), Charles Alizie menyayangkan kejadian tersebut, menurutnya sebagai lembaga akademis, Kampung Hijau tersebut harus memberikan contoh profesionlisme disegal aspek.
“Itu tempat berkumpulnya pengajar dengan title S2 bahkan ada profesor juga. Sangat disayangkan, jika terjadi hal yang demikian. Seharusnya mereka lebih pahan tentang aturan hukum dan aturan main dalam pekerjaan seperti itu,” kata dia.
Menurut penuturan sejumlah mahasiswa yang berhasil dikonfirmasi, sejak awal bangunan itu dilakukan perbaikan memang tidak terdapat papan pengumuman yang menunjukkan kepemilikan rekanan yang melakukan pekerjaan.
“Dari awal juga gak pernah ada plang proyeknya Mas, dan memang gedung ini sejak beberapa bulan lalu dilakukan perbaikan dan peningkatan lantainya,”ungkap Feri Hermanto salah satu mahasiswa.
Dari pantauan PeNa, dari beberapa ruas bangunan hanya mengalami perbaikan sedikit, sedangkan  ada penambahan gedung satu tingkat, namun disejumlah parit dan lantai masih terdapat pekerjaan yang cenderung sengaja ditinggalkan bahkan Plang proyek tidak terpasang.

Sebelumnya, Wakil Rektor (WR)  I Unila, Bujang Rahman ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon mengatakan persoalan itu merupakan kewenangan WR II yakni 
Muhammad Kamal dan Ia menyarankan untuk mengkonfirmasikan persoalan tersebut kepada pihak yang berkompeten. “Mohon maaf itu bukan termasuk tupoksi saya, silahkan konfirmasi Prof Kamal WR II,” kata Bujang, Kamis (19/01).

Disinggung terkait kepemilikan perusahaan  yakni 
PT Karya Kamefada Wijaya Indonesia yang dugaannya merupakan milik Bujang Rahman, Ia tegas membantah dan berdalih hanya mengurus bagian akademik dan tidak pernah berhubungan dengan perusahaan rekanan yang mengerjakan proyek tersebut.

“ Saya tidak punya perusahaan apapun, itu fitnah bisa saya tuntut, saya hanya mengurus bagian akademik, bidang itu ada dibawah WR II,” katanya. Sementara WR II Muhammad Kamal ketika akan ditemui di gedung rektorat setempat menurur salah satu petugas keamanan yang bersangkutan sedang tidak berada ditempat.

Diketahui pada tahun anggaran 2016 lalu Unila mendapatkan proyek rehabilitasi Tahap I Gedung J FKIP Unila dengan Pagu sebesar 
Rp 3.755.000.000,00 dalam prosesnya jumlah peserta lelang mencapai 22 perusahaan namun yang mengajukan penawaran hanya tiga perusahaan yakni PT. Bina Mulya Lampung dengan penawaran Rp.3.248.000.000, PT. Rismi Jaya penawaran Rp. 3.461.000.000 serta PT Karya Kamefada Wijaya Indonesia dengan penawaran Rp 3.461.930.000 yang akhirnya memenangakn proyek tersebut.

Dari sumber PeNa di lingkungan kampus pelaksanaan rehab gedung FKIP itu pelaksanaannya dimulai sejak 15 Juli - 11 Desember 2016, dengan jangka waktu pemeliharan 50 hari kalender, namun dari pantauan perkerjaan itu belum dapat dikatakan rampung mengingat kondisi bangunan serta parit yang tidak diperbaiki dengan rapih dan kejanggalan yang memicu asumsi negatif dana proyek itu telah dicairkan 100 persen meski pekerjaan tidak selesai sesuai dengan kontrak.(BG