Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menjawab pertanyaan wartawan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, 16 Februari 2016. (Antara/Hafidz Mubarak)
Jakarta - Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengakui sempat menerima uang dari politisi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti yang menjadi tersangka kasus dugaan suap terkait proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera).
Meski demikian, Hendrar tak mengingat secara pasti kapan uang tersebut diterimanya.
"Saya lupa tanggal berapa. Tanya penyidik saja," kata Hendrar usai mengikuti pelatihan integritas di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/3).
Hendrar enggan mengungkap lebih jauh mengenai uang dari Damayanti ini. Namun, Hendrar tak membantah uang yang diterima dari Damayanti berjumlah Rp 300 juta.
"Itu kamu tahu (jumlahnya Rp 300 juta)," ungkapnya.
Hendrar mengklaim tak pernah menerima langsung uang tersebut. Uang dari Damayanti, katanya, diterima oleh tim pemenangannya untuk keperluan kampanye Pilkada Semarang 2015 lalu. Dikatakan Hendrar, uang tersebut telah dikembalikan oleh tim pemenangannya kepada KPK setelah kasus dugaan suap yang menjerat Damayanti mencuat.
"Yang kembalikan bukan saya, karena yang terima bukan saya, diterima oleh teman-teman tim pemenangan partai," kata Wali Kota Semarang periode 2016-2021 ini.
Sebelumnya, KPK mengungkap adanya saksi kasus suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera), yang telah mengembalikan uang yang diterima dari Damayanti senilai Rp 300 juta.
"Sampai saat ini ada juga saksi yang mengembalikan uang kepada penyidik KPK Rp 250 juta atau 300 juta," kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Senin (21/3).
Priharsa mengatakan, pihaknya tidak dapat mengungkap identitas saksi yang telah mengembalikan uang yang diterima dari Damayanti. Hal ini lantaran penyidik masih mengusut kasus tersebut. Namun Priharsa mengungkapkan, Damayanti yang menjadi tersangka dalam kasus ini telah mengaku bahwa ada beberapa pihak yang telah menerima uang darinya.
Diberitakan, dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (13/1), KPK mengamankan Damayanti dan dua rekannya, yakni Dessy A. Edwin dan Julia Prasetyarini serta Dirut PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Selain itu, Tim Satgas KPK juga menyita uang sebesar SGD 99.000 yang diduga merupakan bagian dari janji suap sebesar SGD 404.000 atau sekitar Rp 3,9 miliar dari Abdul Khoir jika Damayanti mengamankan proyek Kempupera tahun anggaran 2016.
Proyek tersebut merupakan proyek jalan di Pulau Seram, Maluku, yang digarap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX.
Setelah diperiksa intensif, Damayanti bersama dua rekannya, Julia Prasetyarini, dan Dessy A Edwin ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Abdul Khoir ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dan disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 33 UU Tipikor.
Dalam pengembangan penyidikan kasus ini, KPK menetapkan politisi Golkar Budi Supriyanto sebagai tersangka penerima suap. Seperti halnya Damayanti, Budi diduga menerima suap Abdul Khoir agar PT WTU mendapat proyek di Kempupera. Atas perbuatan yang dilakukannya Budi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain Damayanti dan Budi Supriyanto, terdapat sejumlah anggota DPR lainnya yang juga diduga menerima suap dari Abdul Koir. Saat ini, KPK terus mengusut keterlibatan pihak lainnya dalam kasus ini.